FIRQOTINNAJIYYAH (RAFIRNA) DAN MANFAATNYA DI
DESA TANJUNGSARI KECAMATAN TERSONO KABUPATEN BATANG
KARYA
TULIS
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Mengikuti Ujian Nasional (UN)
Disusun
Oleh:
Nama : Hardi Hartono
NIS : 1444
Kelas : XII-IPA
Program : Ilmu Pengetahuan Alam
LEMBAGA PENDIDIKAN MA’ARIF NU
SMA
WAHID HASYIM TERSONO BATANG
2012/2013
IDENTITAS PENULIS
Nama :
Hardi Hartono
Tempat, tgl lahir : 19 November 1993
Alamat :
Dukuh Ponoragan, Desa Tanjungsari, Kecamatan Tersono
Agama :
Islam
NIS :
1444
Kelas :
XII-IPA
Program :
IPA (Ilmu Pengetahuan Alam)
Judul karya tulis : Kegiatan Pondok Pesantren Roudlotu
Firqotinnajiyyah (Rafirna) dan Manfaatnya di Desa Tanjungsari Kecamatan Tersono
Kabupaten Batang
PENGESAHAN
Karya
tulis yamg berjudul “Kegiatan Pondok Pesantren Roudlotu Firqotinnajiyyah
(Rafirna) dan Manfaatnya di Desa Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang”
ini telah di setujui dan disahkan pada:
Hari :
Tanggal :
Mengetahui
Kepala
SMA Wahid Hasyim
Tersono
Batang
Drs.
Aminudin
Pembimbing
Hera
Widiyanti,S.Pd.
MOTTO
1.
Tuntutlah ilmu
sampai ke negeri Cina.
2.
Tuntutlah ilmu
dari buaian Ibu sampai keliang lahat.
3.
Menuntut ilmu wajib
bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan.
4.
Ilmu tanpa agama
adalah buta, dan agama tanpa ilmu adalah pincang.
5.
Sampaikanlah
walau satu ayat.
6.
Ilmu tanpa
amalan bagaikan pohon tanpa buah.
7.
Barang siapa
menginginkan kebahagiaan dunia maka dengan ilmu, barang siapa menginginkan
kebahagiaan akhirat maka dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan kebahagiaan
kedua-duanya maka dengan ilmu pula
8.
Ilmu adalah
cahaya yang menuntun seseorang menuju jalan yang terang benderang.
9.
Allah akan
mengangkat derajat orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu beberapa
derajat.
10.
Orang yang
pintar akan kalah dengan orang yang rajin.
11.
Kejarlah suatu
kesempurnaan walaupun kesempurnaan itu tak mungkin didapat.
12.
Akal dan pikiran
adalah tambang emas yang tidak usah dicari dan dibeli, bila ingin menambang
kekayaan cukup menggalinya sepuas mungkin.
13.
Pemimpin yang
baik adalah pemimpin yang pemberani, bertanggung jawab, dan tidak bingung
disebabkan oleh kejadian yang tidak sesuai dengan pikirannya (Gitu saja kok
repot.....!).
14.
Pergunakanlah masa
mudamu sebelum datamg waktu tuamu, sehatmu sebelum datang sakitmu, waktu kayamu
sebelum datang waktu fakirmu, masa hidupmu sebelum datang saat kematianmu, dan
waktu lapangmu sebelum datang waktu sibukmu.
15.
Agama adalah
jalan bagi manusia untuk mencapai keselamatan dan kebhagiaan di dunia dan
akhirat.
16.
The true love is
love from the mother to his son.
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini
penulis persembahkan kepada:
1.
Ayahanda Eny Rochani(Alm) dan Ibunda
Sulastri yang telah merawat, mendidik, dan membesarkan penulis dengan penuh
kasih sayang.
2.
Kakanda-kakandaku yang telah
memberikan dukungan , motifasi dan bantuan dalam pembuatan karya tulis ini.
3.
Bapak Drs. Aminudin
selaku Kepala SMA Wahid Hasyim Tersono yang telah mendukung dan merestui karya tulis yang sederhana ini.
4.
Ibu Hera Widiyanti, S.Pd. selaku pembimbing yang dengan tulus dan ikhlas telah memberikan
bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan karya tulis ini.
5.
Bapak KH. Busyaeri Achmad selaku
pengasuh pondok pesantren Rafirna yang telah mengajari tentang ketabahan dan
memberikan izin dalam proses observasi dan wawancara.
6. Segenap dewan Guru dan staf karyawan SMA Wahid Hasyim Tersono yang telah memberikan dorongan dan bantuan
dalam penulisan karya tulis
ini.
7.
Teman-teman XII-IPA yang turut mendukung dan memberi motivasi kepada penulis.
8.
Kang-kang dan mbak-mbak santri
yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis ini.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah
melimpahkan rahmat serta karunia-Nya kepada penulis sehingga karya tulis yang berjudul “Kegiatan Pondok
Pesantren Roudlotu Firqotinnajiyyah (Rafirna) dan Manfaatnya di Desa
Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang” ini dapat diselesaikan sesuai rencana.
Sholawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan kita, Nabi Agung Muhammad saw., keluarganya,
sahabat-sahabatnya, dan para pengikutnya.
Karya tulis yang
sederhana ini penulis susun untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti
Ujian Nasional (UN) SMA Wahid Hasyim Tersono. Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Bapak Drs. Aminudin
selaku Kepala SMA Wahid Hasyim Tersono yang telah mendukung dan merestui karya tulis yang sederhana ini.
2.
Ibu Hera Widiyanti, S.Pd selaku pembimbing yang dengan tulus
dan ikhlas telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan
karya tulis ini.
3.
Bapak KH. Busyaeri Achmad selaku
pengasuh pondok pesantren Rafirna yang telah mengajari tentang ketegaran, dan
memberikan izin dalam proses observasi dan wawancara.
4. Segenap dewan Guru dan staf karyawan SMA Wahid Hasyim Tersono yang telah memberikan dorongan dan bantuan
dalam penulisan karya tulis
ini.
5.
Ayahanda Eny Rochani(Alm) dan Ibunda
Sulastri yang telah merawat, mendidik, dan membesarkan penulis dengan penuh
kasih sayang.
6.
Kakanda-kakandaku yang telah
memberikan dukungan , motifasi dan bantuan dalam pembuatan karya tulis ini.
7.
Teman-teman XII-IPA yang turut mendukung penulis dan memberi motivasi kepada penulis.
8.
Kang-kang dan mbak-mbak santri
yang telah membantu dalam pembuatan karya tulis ini.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula
dengan karya tulis ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik serta saran
yang membangun dari para
pembaca akan penulis terima dengan lapang hati sehingga bisa menjadi
sebuah pelajaran bagi penulis
agar kelak penulis
dapat membuat dengan lebih baik lagi.
Semoga Karya tulis yang
penulis buat ini dapat memberikan
manfaat bagi masyarakat pada umumnya dan pembaca pada khususnya serta dapat membantu meningkatkan harkat dan martabat bangsa kita dalam
membangun bangsa Indonesia tercinta ini.
Tersono, Mei
2013
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL.................................................................................. i
IDENTITAS
PENULIS.............................................................................. ii
HALAMAN
PENGESAHAN.................................................................... iii
HALAMAN
MOTTO................................................................................. iv
HALAMAN
PERSEMBAHAN................................................................. v
KATA
PENGANTAR................................................................................ vi
DAFTAR
ISI............................................................................................... viii
BAB
I : PENDAHULUAN
A. Alasan
Pemilihan Judul....................................................... 2
B. Tujuan
Penulisan................................................................. 2
C. Pembatasan
Masalah........................................................... 3
D. Metode
Pengumpulan Data................................................ 3
E. Sistematika
Penulisan.......................................................... 4
BAB
II : LANDASAN TEORI
A. Pengertian
Pondok Pesantren.............................................. 5
B. Gambaran
Umum Pondok Pesantren.................................. 5
C. Tujuan
Diadakannya Kegiatan-Kegiatan
di
Pondok Pesantren........................................................... 21
D. Faktor-Faktor
Yang Mendukung Kegiatan-Kegiatan
di
Pondok Pesantren............................................................ 22
BAB
III : PEMBAHASAN
A. Kegiatan-Kegiatan
Pondok Pesantren Rafirna dan
Manfaatnya......................................................................... 23
1. Pembelajaran
Kitab Kuning........................................... 23
2. Tadarus
Al-Qur’an dan Tahfidzul Qur’an..................... 28
3. Tilawatul
Qur’an............................................................ 32
4. Sholawat
Rebana........................................................... 33
5. Tarbiyatul
Mubalighin................................................... 35
6. Pembacaan
Majmuatul Mawalidi.................................. 36
7. Ziarah
Kubur................................................................. 36
8. Akhirussanah................................................................. 38
9. Musabaqoh.................................................................... 38
10. Ro’an............................................................................. 40
11. Liga
Dengkul Rafirna (LDR)........................................ 40
B. Pembinaan
Aqidah Akhlak................................................. 41
1. Tutur
Kata..................................................................... 42
2. Sikap
dan Tingkah Laku................................................ 42
C. Masalah
dan Solusi............................................................. 43
1. Masalah......................................................................... 43
a. Kondisi
Pondok Pesantren...................................... 43
b. Penyimpangan
Sosial Agama Para Santri................ 43
2. Solusi............................................................................. 44
a. Kewajiban................................................................ 43
b. Larangan ................................................................. 44
c. Sanksi...................................................................... 44
BAB
IV : PENUTUP
A. Simpulan.............................................................................. 46
B. Saran.................................................................................... 46
DAFTAR
PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB
I
PENDAHULUAN
Agama Islam sangat
memperhatikan dan mengutamakan pendidikan dalam mencari ilmu pengetahuan,
karena dengan ilmu pengetahuan manusia bisa berkarya untuk meraih prestasi.
Dengan ilmu hidup manusia menjadi terarah, manusia dapat menjalankan
kewajibannya dengan benar, dan dengan ilmu pula ibadah serta muamalah seorang
muslim menjadi sempurna. Begitu pentingnya ilmu pengetahuan dalam kehidupan
manusia di dunia
ini. Untuk memperoleh kehidupan dunia kita memerlukan ilmu yang dapat menopang
dan mendorong kehidupan kita, dan untuk memperolah kehidupan akhirat yang layak
kita juga memerlukan ilmu sebagai bekal di akhirat kelak. Dengan demikian
kebahagiaan dunia dan akhirat sebagai tujuan hidup manusia insya Allah akan
tercapai.
Untuk memperoleh
pengetahuan sebagai bekal kehidupan perlu adanya niat yang ikhlas, kemampuan,
kesabaran, adanya guru sebagai pembimbing, keinginan yang kuat, dan ditempuh
dalam waktu yang tidak singkat. Di Indonesia pendidikan dapat dilakukan secara
berjenjang, salah satunya adalah pendidikan formal yang dibatasi dengan waktu
dan usia serta metode pengajarannya yang menggunakan sistem kurikulum mata
pelajaran umum. Pendidikan formal dibagi menjadi beberapa tingkatan yang
terdiri atas SD/MI, SMP/MTs, SMA/MS/SMK dan perguruan tinggi yaitu
Akademi/Insitut/Universitas/Politeknik/Sekolah Tinggi. Di samping adanya
pendidikan formal ada juga pendidikan non formal atau informal yang tidak
dibatasi dengan waktu dan usia serta metode pengajarannya tidak menggunakan
kurikulum mata pelajaran umum melainkan
berdasarkan ketetapan pengelola. Contohnya adalah perpustakaan, majelis ta’lim,
madrasah diniyyah, dan pondok pesantren.
|
Di dalam sekolah, madrasah, majelis ataupun pondok
pesantren tentu terdapat kegiatan yang dilaksanakan untuk memperoleh ilmu
pengetahuan dan pengalaman. Oleh karene itu dengan melakukan kegiatan secara konsisten, maka akan
membentuk manusia yang kreatif, inovatif, berfikir rasional dan mampu berfikir
panjang terhadap suatu hal.
A.
Alasan
Pemilihan Judul
Dalam konteks
ini penulis memilih judul “Kegiatan Pondok Pesantren Roudlotu Firqotinnajiyyah
(Rafirna) dan Manfaatnya di Desa Tanjungsari Kecamatan Tersono Kabupaten Batang”
dengan alasan sebagai berikut:
1.
Penulis merasa
tertarik untuk mengikuti dan mengetahui peranan kegiatan-kegiatan pondok
pesantren Rafirna
dan manfaatnya untuk kehidupan
para santri dan masyarakat.
2.
Penulis ingin
mengetahui perkembangan di dalam
pondok pesantren Rafirna.
3.
Lokasi pondok
pesantren Rafirna
dekat dengan penulis, sehingga memudahkan penulis memperoleh data-data dan
informasi.
4.
Penulis ingin
mengembangkan hasil studi kegiatan-kegiatan pondok pesantren Rafirna sebagai pengetahuan dan pengalaman yang insya
Allah berguna bagi penulis pada khususnya, dan bagi masyarakat pada umumnya.
B.
Tujuan
Penulisan
Sebagaimana
telah dikemukakan oleh penulis di atas, bahwa penulis menyusun karya tulis ini
karena merasa tertarik untuk mengetahui peranan dan manfaat kegiatan-kegiatan
pondok pesantren Rafirna. Adapun dalam penulisan karya tulis ini penulis
mempunyai tujuan sebagai berikut:
1.
Karya tulis ini
disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan mengikuti Ujian Nasional (UN)
tahun pelajaran 2012/2013 SMA Wahid Hasyim Tersono.
2.
Agar penulis dan
pembaca menyadari betapa penting dan bermanfaatnya menuntut ilmu agama.
3.
Penulis ingin
menumbuhkan dan mengembangkan keterampilan menulisnya.
4.
Penulis ingin menuangkan
suatu karya yang dapat menjadi bahan studi bagi orang yang membutuhkannya.
5.
Penulis ingin
mengungkapkan kecintaanya terhadap ilmu agama.
6.
Penulis ingin
mengungkapkan bahwa kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren Rafirna tidak kalah hebatnya dengan
kegiatan-kegiatan yang ada di pesantren lain.
C.
Pembatasan
Masalah
Sebenarnya banyak
sekali hal yang dapat dibahas dalam penulisan karya tulis ini. Namun untuk memudahkan
dalam pembahasan karya tulis
ini, maka penulis memberikan batasan pada seputar kegiatan di pondok pesantren
Rafirna dan hal-hal yang ada di lingkungan pondok pesantren tersebut.
D.
Metode
Pengumpulan Data
Untuk memperoleh
informasi dan data dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan
metode-metode sebagai berikut:
1.
Metode Literatur
Metode
literatur atau kepustakaan adalah mencari, membaca, menelaah dan menganalisa
buku-buku yang berkaitan dengan hal-hal yang akan dibahas dalam penulisan karya
tulis ini.
2.
Metode Observasi
Metode
observasi atau pengamatan adalah pengamatan secara langsung dengan menggunakan
alat-alat indra atau alat-alat bantu lainnya untuk memperoleh data yang
berkaitan tentang masalah-masalah yang dikaji.
3.
Metode Interview
Metode
interview atau wawancara adalah pengumpulan data dan informasi dengan cara
melakukan komunikasi dan tanya jawab dengan narasumber, yakni pihak yang
mempunyai potensi untuk memberikan informasi kepada pewawancara. Metode ini
dilakukan penulis dengan mewawancarai kyai, dewan asatid, dan para santri serta
pihak-pihak lain yang dipandang perlu untuk memberikan informasi.
E.
Sistematika
Penulisan
Untuk
mempermudah penulis dalam penulisan karya tulis, dan mempermudah pembaca dalam
memahami karya tulis ini, maka penulis membagi karya tulis ini menjadi empat
bab:
Bab
I :merupakan pendahuluan yang
berisi tentang alasan pemilihan judul, tujuan
penulisan karya tulis, pembatasan masalah, metode pengumpulan data yang di
gunakan penulis dalam menyusun karya tulis, dan sistematika penulisan.
Bab
II :merupakan landasan teori
yang brisi teori dan konsep-konsep yang di gunakan untuk membahas permasalahan
dalam judul, yang meliputi pengertian pondok pesantren, gambaran umum pondok
pesantren, tujuan diadakannya kegiatan-kegiatan di pondok pesantren, dan faktor-faktor
yang mendukung kegiatan-kegiatan di pondok pesantren.
Bab
III :merupakan pembahasan yang
meliputi kegiatan-kegiatan pondok pesantren Rafirna dan manfaatnya, pembinaan
aqidah akhlak, dan masalah-masalah yang di hadapi oleh pondok pesantren serta
solusinya.
Bab
IV :merupakan penutup yang
terdiri atas simpulan dan saran.
Sebagai
kelengkapan karya tulis ini, penulis menyertakan daftar pustaka dan lampiran.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Pondok Pesantren
Kata pondok pesantren merupakan dua kata yang
mempunyai satu kesatuan makna. Kata “pondok” berasal dari pengertian
asrama-asrama para santri, atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau mungkin berasal dari bahasa Arab “funduk” yang
berarti hotel sederhana, wisma atau asrama. Sedangkan kata pesantren berasal
dari kata “santri” dengan awalan pe- dan akhiran –an, yang berarti tempat
tinggal para santri. Profesor Jhons
berpendapat bahwa istilah santri berasal dari bahasa tamil yang berarti guru
mengaji. Sedangkan C.C. Berg berpebdapat bahwa istilah tersebut berasal dari
kata “shastri” yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku
suci agama Hindu, atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pesantren
merupakan asrama tempat santri atau murid-murid belajar mengaji dan sebagainya.
Sedangkan pondok merupakan bangunan untuk tempat sementara, rumah, bangunan
tempat tinggal yang berpetak-petak yang berdinding bilik dan beratap rumbia,
madrasah dan asrama. Menurut istilah, pondok pesantren adalah lembaga
pendidikan tradisional Islam, tempat santri belajar agama Islam dan menerapkan
moralitas Islam
sebagai pedoman.
B. Gambaran Umum Pondok Pesantren
1.
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren
|
Terlepas dari
semua itu, karena yang dimaksud istilah pesantren dalam pembahasan ini
adalah sebuah lembaga pendidikan dan pengembangan agama Islam di tanah air,
khususnya di pulau Jawa, dimulai dan dibawa oleh walisongo. Maka model pesantren
di pulau Jawa juga mulai berdiri dan berkembang sezaman dengan walisongo.
Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan pondok pesantren yang pertama
berdiri adalah pondok pesantren yang didirikan oleh syekh Maulana Malik Ibrahim
(syekh Maghribi) yang berasal dari Gujarat. Syekh Maulana Malik Ibrahim dikenal
juga dengan nama sunan Gresik, karena padepokan yang dipergunakan sebagai
tempat tinggal dan sekaligus tempat mengajarkan ilmu agama Islam yang ada di
wilayah Gresik, Jawa Timur. Meskipun begitu, tokoh yang dianggap berhasil mendirikan
dan mengembangkan pondok pesantren dalam arti yang sesungguhnya adalah Raden
Rahmat (sunan Ampel). Beliau mendirikan pesantren Kembang Kuning, yang pada waktu
didirikan hanya memiliki tiga santri, yaitu Wiryo Suroso, Abu Hurairah, dan Kyai
Kembang Kuning. Kemudian beliau pindah ke Ampel Denta, Surabaya, dan mendirikan
pondok pesantren disana. Akhirnya beliau dikenal dengan sebutan sunan Ampel.
Sedangkaan Mastuhu berpendapat bahwa kapan pesantren pertama kali didirikan
dan oleh siapa, tidak ada keterangan yang pasti. Dan hasil pendataan Departemen
Agama pada tahun 1984-1985, diperoleh keterangan bahwa pesantren tertua
didirikan pada tahun 1062, atas nama pesantren Tan Jampes II di Pamekasan,
Madura. Tetapi Hal ini diragukan, karena tentunya pesantren Tan Jampes I yang
lebih tua, dan dalam buku Departemen Agama tersabut banyak dicantumkan pesantren
tanpa tahun pendirian. Jadi mungkin mereka memiliki usia yang lebih tua.
Mastuhu menambahkan bahwa pesantren telah mulai dikenal di bumi Nusantara ini
dalam periode abad ke-13 sampai 17 M, dan di pulau Jawa pada abad ke-15 sampai 16
M.
Melalui data sejarah tentang
masuknya Islam di Indonesia,yang bersifat global atau makro tersebut sangat
sulit menentukan tahun berapa dan dimana pesantren pertama kali didirikan.
Pada awalnya rintisan
pesantren bukan hanya menekankan misi pendidikan melainkan juga dakwah, bahkan
misi yang terakhir lebih menonjol. Lembaga dakwah sama dengan lembaga
pendidikan tertua di Indonesia yang selalu mencari lokasi baru agar dapat
mengembengkan misinya. Dalam perjalanan selanjutnya lembaga pendidikan agama
Islam diteruskan oleh para kyai yang menyediakan tempat tinggal para santri
yang ingin menelaah kitab-kitab klasik yang dikenal dengan nama pondok
pesantren. Seorang kyai biasanya telah memiliki ilmu yang mendalam, baik dalam
agama maupun dalam bidang lain, serta bias diteladani. Pondok pesantren
didirikan oleh seorang kyai yang mendapatkan dukungan dari masyarakat. Ketika
awal berdirinya pesantren, seorang kyai memilih tempat atau lokasi pesantren
dari hasil wakaf dari para dermawan. Biasanya pesantren berdiri ketika
kehidupan masyarakat banyak bertentangan dengan syariat Islam. Oleh karena itu
misi pesantren di samping membentuk santri agar menjadi orang yang berilmu dan
berakhlakul karimah juga menyebarkan syiar agama Islam atau pesan agama
yang berupa perintah Allah dan perintah
menjauhi larangan-larangan-Nya.
2.
Dasar dan Tujuan Pondok Pesantren
Pondok pesantren sebagai
lembaga pendidikan yang didirikan atas dasar Tafaqqohu Fiddin yakni kepentingan umat Islam untuk memperdalam
ilmu pengetahuan agama Islam. Dasar yang digunakan adalah Firman Allah surat
At-Taubah ayat 122:
وماكان المؤمنون
لينفروا كا فة قلى
فلولانفرمن كل فرقة مهم طا ئفة ليتفقهوا الدين ولينذروا قومهم اذا رجعوا اليهم
لعلهم يحذ رون
artinya:”Tidak sepatutnya
lagi bagi mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari
tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya”.(Q.S.
At-Taubah: 122)
Jadi ayat di atas mengandung maksud agar seseorang mendalami agama
dan tempat yang digunakan adalah pondok pesantren. Dan tujuan pondok pesantren
itu sendiri adalah membina warga negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran
Islam dan menanamkan rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta
menjadikannya sebagai orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan Negara.
3.
Prinsip-Prinsip Pondok Pesantren
Prinsip-prinsip pondok
pesantren terlihat dalam elemen-elemen dan pola hidup santri yang
memperlihatkan ciri-ciri pendidikan pondok pesantren. Menurut Zamakhsari
Dhafier, terdapat lima elemen dasar yang menjadi unsur pesantren, yaitu: kyai,
masjid, santri, asrama/pondok, dan pengajaran kitab kuning atau kitab-kitab
klasik. Sedangkan Soedjoko Prasodjo menggambarkan bahwa elemen dasar dan tradisi
pesantren tergantung dengan pola pesantrennya, dari yang paling sederhana sampai yang paling maju.
Pola I adalah pesantren yang hanya terdiri atas masjid dan rumah kyai. Pola II ialah pesantren yang
terdiri atas masjid, rumah kyai, dan pondok. Pola III ialah pesantren yang
terdiri atas masjid, rumah kyai, pondok dan madrasah. Pola IV terdiri atas
masjid, rumah kyai, pondok, madrasah dan tempat keterampilan. Pola V ialah pesantren yang terdiri atas masjid, rumah kyai,
pondok, madrasah, tempat keterampilan, universitas, gedung pertemuan, tempat
olahraga, dan sekolah umum.
a.
Kyai
Adanya kyai sebagai figur sentral, yaitu seorang yang
memiliki ilmu pengetahuan agama yang tinggi, bertugas membimbing dan
mengajarkan ilmu agama kepada para santri. Disamping itu juga sebagai pemutus
segala kebijakan dalam hal yang berkaitan dengan pendidikan dan pembelajaran
bagi para santri. Kyai dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh para khadamnya.
Menurut Martin Van Bruinessen, kyai merupakan unsur
kunci dalam pesantren, karena itu sikap hormat (takdzim) dan kepatuhan mutlak terhadap kyai adalah salah
satu nilai pertama yang ditanamkan kepada santri. Daud Rasyid menambahkan,
kyai dan santri akan
berinteraksi secara continue dan lama di pesantren, sehingga seluruh kegiatan
santri dapat diawasi dan dibentuk oleh kyai. Kyai dengan karomahnya, adalah
orang yang senantiasa dapat memahami keagungan Allah dan rahasia alam. Dengan
demikian, kyai dianggap memiliki kedudukan yang tidak terjangkau, utamanya oleh
orang biasa. Karena karomahnya, santri dan masyarakat menyerahkan kekuasaan
yang luas kepada kyai, dan biasanya mereka percaya hanya
orang-orang tertentu yang bisa mewarisi karomahnya tersebut seperti
keturunannya dan santri kepercayaannya.
b.
Masjid
Masjid merupakan elemen yang paling penting, sebab
masjid merupakan tempat pusat kegiatan yang ada bagi umat Islam dan juga sebagai tempat pembelajaran para santri.
Charles Michael Stanton menulis bahwa pendidikan formal yang ada dalam Islam berawal dari masjid, dengan kegiatan halaqoh yang
diadakan di dalamnya. Begitu juga dalam pondok pesantren, masjid
dijadikan sebagai pusat pendidikan, dan merupakan manivestasi universalisme
dari sistem pendidikan Islam tradisional. Dengan kata lain, kesinambungan sistem pendidikan Islam tradisional terpusat pada masjid. Setelah itu,
seorang kyai yang ingin mengembangkan pesantren, biasanya yang pertama
didirikan adalah masjid di dekat rumahnya, karena dengan demikian berarti ia
telah memulai sesuatu dengan simbol keagamaan, yaitu masjid yang merupakan rumah
Allah, dimana di dalamnya dipenuhi dengan rahmat dan ridho Allah swt.
c.
Santri
Santri adalah sisiwa yang tinggal di
pesantren, guna menyerahkan
diri sebagai anak didik yang menuntut ilmu pengetahuan agama kepada para kyai.
Hal ini merupakan prasyarat mutlak untuk memungkinkan dirinya menjadi anak
didik kyai dalam arti sepenuhnya. Dengan kata lain, ia harus memperoleh kerelaan kyai, dengan mengikuti segenap
kehandaknya dan melayani segenap kepentingannya. Pelayanan harus dianggap
sebagai tugas kehormatan yang merupakan ukuran penyerahan diri itu. Kerelaan
kyai ini, yang dikenal di pesantren dengan nama “barokah”, adalah alasan
tempat berpijaknya santri di dalam menuntut ilmu. Menurut Zamaksani Dhofier, ada
dua kelompok santri, yaitu:
1)
Santri mukim, adalah murud-murid yang berasal dari
daerah yang jauh dan menetap dalam pondok pesantren.
2)
Santri kalong, adalah murid-murid yang berasal dari
daerah desa di sekeliling pesantren, yang biasanya tidak menetap di
pesantren. Para santri kalong memulai aktivitasnya belajar dipesantren ketika
waktu sudah petang dan malam, oleh karena itu disebut santri kalong.
d.
Pondok/Asrama
Pondok atau asrama adalah sebagai tempat para santri
melepaskan lelah setelah seharian melakukan kegiatan pembelajaran. Pondok pesantren merupakan
lembaga pendidikan Islam tradisional yang lebih menekankan aspek moralitas
kepada santri dalam kehidupan ini karena untuk nilai-nilai tersebut diperlukan
gemblengan yang matang kepadanya, dan untuk memudahkan itu diperlukan sebuah
asrama sebagai tempat tinggal dan belajar di
bawah bimbingan seorang
kyai. Pada kebanyakan pesantren dahulu, seluruh komplek bukan merupakan milik
kyai saja, melainkan milik masyarakat. Hal ini disebabkan karena para kyai
sekarang memperoleh sumber-sumber keuangan untuk membiayai pendanaan dan
perkembangan pesantren dari masyarakat. Ada tiga alasan pesantren harus
menyediakan asrama bagi santri, yaitu:
1)
Kemashuran seorang kyai dan kedalaman ilmu pengetahuan
tentang Islam menarik santri dari jauh, untuk dapat menggali ilmu dari kyai
tersebut secara teratur dan dalam waktu yang lama. Para santri tersebut harus meninggalkan kampung halamannya dan menetap di
kediaman kyai.
2)
Hampir semua pesantren yang berada di desa-desa, dimana
tidak tersedia perumahan (akomodasi) yang cukup untuk dapat menampung para
santri, dengan demikian perlu adanya asrama khusus bagi para santri.
3)
Asrama tersebut adalah sebagai sikap timbal balik
antara kyai dan santri, dimana para santri menganggap para kyai seolah-olah
sebagai bapaknya sendiri, sedangkan kyai menganggap para santri sebagai titipan
tuhan yang harus senantiasa dilindungi.
e.
Kitab Kuning
Kitab kuning atau kitab klasik yang menjadi sumber pembelajaran para
santri, pada umumnya dipahami sebagai kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab,
menggunakan aksara Arab (huruf hijai’iyah), yang dihasilkan oleh para ulama’
dan pemikir muslim lainnya dimasa lampau, khususnya yang berasal dari Timur
Tengah. Kitab kuning mempunyai format tersendiri yang khas dan warna kertas
“kekuning-kuningan”. Harus diakui, sulit untuk melacak kapan waktu persis mulai
terjadinya penyebaran dan pembentukan awal tradisi kitab kuning di Indonesia. Historiografi tradisional dan berbagi catatan baik lokal maupun asing tentang penyebaran agama Islam di
Indonesia, tidak menyebutkan judul-judul kitab yang digunakan di
dalam masa-masa awal
perkembangan Islam di Indinesia. Meski ada beberapa historiografi tradisional, seperti
hikayat raja-raja pasai, sejarah melayu dan semacamnya juga menyinggung
masalah-masalah yang berkenaan dengan syari’ah atau fiqih dan masalah-masalah
keimanan.
Mereka umumnya tidak memberikan rujukan kepada
kitab-kitab tertentu. Begitu pula kitab undang-undang di
berbagai kesultanan, yang
sering mengutip ketentuan- ketentuan fiqih syafi’i, misalnya juga tidak menjelaskan kitab rujukannya dan
tentu saja tidak menyinggung apakah kiab-kitab itu juga bisa ditemukan di Nusantara. Penelitian Van Den Berg tentang
buku-buku yang digunakan di lingkungan pesantren di pulau Jawa dan Madura pada
abad 19 memang
mendaftar adanya kitab-kitab yang ditulis para ulama’ Timur Tengah sejak abad 9
dan seterusnya, tetapi ini tidak berarti bahwa kitab-kitab itu telah beredar di
Indonesia tak lama setelah kitab-kitab tersebut di tulis pengarang atau
penyalinnya di Timur Tengah.
Selain terdapat lima elemen pendidikan pondok
pesantren di atas, juga terdapat pola hidup santri sehari-hari,
yaitu:
1)
Para santri dibiasakan untuk hidup seadanya baik dalam
rangka memenuhi kebutuhan hidup maupun prasarana belajarnya.
2)
Para santri hendaknya berjiwa ikhlas yakni jiwa yang
tidak didorong oleh ambisi apapun untuk memperoleh keuntungan tertentu tetapi
semata-mata demi ibadah kepada Allah.
3)
Para santri harus berjiwa sederhana, namun tidak
berarti melarat, nrimo, dan miskin tetapi mengandung unsur kekuatan dan
ketahanan hati, penguasaan diri dalam menghadapi segala kesulitan, harus
berjiwa besar, berani maju terus dalam menghadapi perkembangan sosial.
4)
Para santri harus berjiwa ukhuwah Islamiyah, yaitu
jiwa demokratis yang tergambar dalam suatu dialogis dan akrab antar komunitas pondok pesantren yang dipratikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Keadaan tersebut akan mewujudkan suasana damai, sepenanggungan
yang membantu dalam pembentukan dan pembangunan idealisme santri.
5)
Para santri dididik untuk mandiri dalam rangka
membentuk kondisi pondok pesantren sebagai institusi pendidikan Islam yang
merdeka, yang tidak menggantungkan diri pada bantuan dari pihak lain.
6)
Para santri berjiwa bebas dalam memilih alternatif jalan hidup untuk
masa depannya dengan jiwa besar dan sifat optimis dalam menghadapi segala problema hidup
berdasarkan nilai-nilai Islam.
7)
Tunduknya santri kepada kyai, semua perbuatan yang dilakukan
oleh setiap warga pesantren sangat tergantung pada restu kyai.
8)
Kebiasaan untuk melakukan amal sholeh, puasa, sholat,
dan takarub kepada Allah.
9)
Kedisiplinan sangat ditekankan dalam kehidupan pondok
pesantren.
4.
Klasifikasi Pondok Pesantren
Secara garis besar pondok
pesantren dibagi menjadi dua, yaitu pondok pesantren salafi dan kholafi.
a.
Pesantren Salafi adalah pesantren yang mengajarkan dan
mengkaji kitab-kitab kuning ( kitab klasik atau kuno ) sebagai inti pendidikan
pesantren tanpa mengenalkan pengajaran pengetahuan umum. Pesantren salaf
identik dengan pesantren tradisional yang berbeda dengan pesantren moderen dalam hal
metode pengajaran dan infra strukturnya. Di pesantren salaf, hubungan antara
kyai dengan santri cukup dekat secara emosional. Kyai terjun
langsung dalam menangani para santri.
b.
Pesantren kholafi adalah pesantren yang menerapkan sistem pengajaran klasikal (madrasah) atau
telah memasukkan
pelajaran-pelajaran umum (ilmu umum) dan ilmu agama serta memberikan pendidikan
keterampilan.
Namun seiring dengan laju perkembangan masyarakat,
maka pendidikan pesantren baik tempat, bentuk, hingga substansinya telah jauh
mengalami perubahan. Pesantren tak lagi sesederhana seperti apa yang digambarkan
seseorang, akan tetapi pesantren dapat mengalami perubahan sesuai dengan
pertumbuhan dan perkembangan zaman. Menurut Yacub yang dikutip oleh Khozin ada
beberapa pembagian pondok pesantren dan tipologinya, yaitu:
a. Pesantren
Salafi
b. Pesatren
Kholafi
c. Pesantren
Kilat, yaitu pesatren yang berbentuk semacam training dalam waktu relatif
singkat dan bisa dilaksanakan pada waktu libur sekolah. Pesantren ini
menitikberatkan pada keterampilan ibadah dan kepemimpinan. Sedangkan santri
terdiri atas siswa sekolah yang dipandang perlu mengikuti kegiatan keagamaan di
pesantren kilat.
d. Pesantren
Terintegrasi, yaitu pesantren yang lebih menekankan pada pendidikan vokasional
atau kejuruan sebagaimana balai latihan kerja di Departemen Latihan Kerja
dengan program yang terintegrasi. Sedangkan santri mayoritas berasal dari
kalangan anak-anak putus sekolah atau para pencari kerja.
Secara garis besarnya dapat dilihat dari perbedaan
antara pondok pesantren salafi dan kholafi dalam tabel berikut ini:
NO
|
Pesantren Salafi
|
Pesantren Kholafi
|
1
|
Terbatas hanya mengajarkan ilmu-ilmu
agama (Tafaqohu Fiddin) yang bersumber pada literatur Islam klasik/kitab
kuning.
|
Pondok pesantren mengajarkan Ilmu
agama dan pengatahuan umum.
|
2
|
Metode yang dipakai adalah bandongan/wetonan,
sorogan, hafalan dalam bentuk nadzom dan klasikal tanpa bangku dan waktunya
malam hari.
|
Metode yang dipakai menggunakan sistem
klasikal (madrasah) kurikulum mata pelajaran umum dan keterampilan dipadukan
dengan agama.
|
3
|
Santri dibiasakan hidup dalam
kesalihan, ritual (sholat jama’ah, sholat lail, puasa sunnah dan sebagainya).
|
Kehidupan santri disesuaikan dengan
program pendidikan nasional atau pendidikan formal
|
4
|
Tidak mengharapkan ijazah untuk
melanjutkan kejenjeng yang tinggi atau pegawai negeri.
|
Ijazah diperlukan untuk melanjutkan
kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
|
5
|
Para santri biasanya kembali ketempat
asal dan menjadi guru ngaji serta peran keagamaan lainnya.
|
Lulusan pesantren diharapkan mampu
menjadi cendikiawan muslim yang bermanfaat bagi masyarakat, agama, dan
negara.
|
6
|
Sosok kyai sebagai pemimpin karismatik
yang dapat dijadikan sebagai panutan para santri dan peduli terhadap
kehidupan masyarakat, serta pengayom baik tingkat lokal, ragional, maupun
global.
|
Pemimpim pesantren yang responsif yang selalu berpegang kepada prinsip
bahwa pesantren merupakan lembaga untuk memberikan pelayanan kepada komunitas
pesantren dan masyarakat.
|
7
|
Sarana prasarana sederhana yang seadanya, dan kurang memperhatikan kesehatan.
|
Sarana prasarana lebih disesuaikan dengan kebutuhan santri agar KBM
berjalan lancer dan memperhatikan kesehatan.
|
8
|
Jenjang pendidikan tidak dibatasi waktu, usia, tetapi penguasaan kitab
ditentukan dari yang rendah sampai paling tinggi.
|
Jenjang pendidikan dibatasi dengan waktu dan usia.
|
Contoh pondok
pesantren salafi dan kholafi dapat dilihat dalam table berikut ini:
NO
|
Pondok Pesantren Salafi
|
Pondok Pesantren Kholafi
|
1
|
Pondok pesantren Blok Agung Banyuwangi, Jawa Timur.
|
Pondok pesantren Tebuireng, Tambakberas Jombang, Jawa Timur.
|
2
|
Pondok pesantren Miftahul Huda Jampes Kediri, Jawa Timur.
|
Pondok pesantren Pandan Arang Sleman, Yogyakarta.
|
3
|
Pondok pesantren Darussalam Watucongol Muntilan Magelang, Jawa Tengah.
|
Pondok pesantren Krapyak Sleman, Yogyakarta.
|
4
|
Pondok pesantren APPI Tegalrejo Magelang, Jawa Tengah.
|
Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Solo.
|
Trasformasi dan
dahsyatnya dentuman globalisasi dengan
karakteristik moderen menjadikan masyarakat yang dulunya eksklusif
menjadi lebih terbuka, lebih siap menerima perubahan dan semakin
mencirikan____meminjam bahasanya Karel Popper____ sebagai masyarakat yang
terbuka (the open society). Akibatnya perubahan itu membawa dampak pada
semakin tajamnya titik persinggungan dan gesekan dimana dinamika hidup yang
terjadi sering kali diwarnai dialektika dan benturan antar sistem nilai dan kultur yang berlainan. Termasuk dalam
dinamika pendidikan pesantren di Indonesia dari waktu ke waktu terus mengalami penyesuaian-penyesuaian (adjustment)
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi moderen.
Tidak sepenuhnya
benar bahwa pesantren selalu diidentikkan sebagai lembaga pendidikan
anti-perubahan, eksklusif, konservatif (tradisional)
ataupun tidak demokratis dan
sebagainya. Dalam konteks ini, bangsa
Indonesia secara historis sebenarnya mengalami pergulatan sangat panjang dalam
melakukan resistensi dan antisipasi terhadap pengaruh modernisasi. Perjuangan dengan nafas panjang para founding
fathers dalam mendirikan negara-negara melawan pengaruh modernisasi
dalam bentuk imperialisme dan kolonialisme melalui revolusi fisik sepanjang
zaman.
Hal ini secara
tidak langsung berimbas pada wilayah, agama, ideologi, dan pendidikan. Disinilah genealogi pendidikan
Indonesia mulai menjadi perdebatan dan mengalami proses transformasi, khususnya
perdebatan soal sistem pendidikan Islam yang direpresentasikan oleh pesantren, sehingga dalam perjalanan
sejarahnya, pendidikan pesantren selalu mengalami pasang surut mengikuti ritme
perubahan zaman.
5.
Pesantren Kini Dalam Pembentukan Moral Generasi Bangsa
Jika kita amati, lembaga
pendidikan pesantren saat ini kelihatan mengalami semacam “kebangkitan”, atau
setidaknya menemukan popularitas baru. Secara kuantitatif jumlah
pesantren meningkat, berbagai pesantren baru muncul dimana-mana, tidak hanya di Jawa, tetapi juga di Sumatra. Yang
menarik dari perkembangan kuantitatif ini adalah gejala pertumbuhan
pesantren-pesantren baru di wilayah urban, seperti Jakarta dan wilayah-wilayah
sekitarnya (Jabotabek).
Diantara pesantren baru
wilayah urban yang mengalami perkembangan yang cukup fenomenal, misalnya
pesantren Darul Muttaqin di Parung, Bogor. Lalu di
pasar Usang, di
dekat kota Padang telah
berdiri pesantren moderen Prof. Dr. Hamka, dan juga di Samarinda, Kalimantan
timur berdiri pondok pesantren Nabil Husein. Sementara itu, perkembangan fisik
bangunan pesantren juga mengalami kemajuan-kemajuan yang sangat observable.
Banyak pesantren diberbagai tempat di wilayah urban maupun pedesaan mempunyai
gedung-gedung atau bangunan yang megah, dan lebih penting lagi sehat dan
kondusif sebagai tempat berlangsungnya proses pendidikan yang baik. Dengan
demikian, citra yang pernah disandang pesantren sebagai komplek bangunan reot
dan tidak higienis semakin memudar. Pada satu lagi perkembangan fisik pesantren
mengindikasikan terjadinya peningkatan
swadaya dan swadana masyarakat muslim sebagai hasil dari kemajuan ekonomi yang
dicapai kaum muslim dalam pembangungn.
Pada segi lain, kemunculan
pesantren-pesantren baru yang ternyata dengan cepat menjadi popular itu dalam
sekala sedikit luas agaknya merupakan salah satu indikasi tambahan tentang
tengah berlangsungnya secara intens apa yang disebut sebagai pengamat sebagai
proses “santrinisasi’ kaum muslimin Indonesia.
Lebih jauh lagi, kemunculan
pesantren-pesantren urban bias jadi merupakan indikasi labih lanjut tentang
kerinduan orang tua-orang tua muslim untuk mendapatkan pendidikan Islam yang
baik, tetapi sekaligus kompetitif bagi anak-anak mereka. Atau sebaliknya, boleh
jadi mengindikasikan kepasrahan orang tua muslim, terutama di wilayah urban
yang merasa tidak mampu lagi mendidik sendiri anak-anak mereka secara Islami,
atau tidak yakin bahwa anak-anak mereka akan mendapatkan pendidikan agama yang
memadai dari sekolah-sekolah umum dan oleh karena itu menyerahkan anak-anak mereka ke pesantren.
Dalam rangka analisis
semacam ini, sebenarnya orang tua atau bahkan masyarakat muslim umumnya masih
memegangi citra dan harapan lama terhadap pesantren. Jelasnya bahwa pesantren
adalah lembaga pendidikan yang mampu membentuk dan menyiapkan anak didiknya
menjadi muslim yang baik. Paling tidak secara implisit bisa dipahami bahwa inilah harapan pokok orang tua atau
masyarakat muslim umumnya terhadap pesantren dewasa ini. Oleh karena itu, tugas
pokok yang dipikul pesantren pada esensinya adalah mewujudkan manusia
dan masyarakat muslim Indonesia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah swt.
Dalam kaitan ini secara lebih khusus lagi pesantren bahkan diharapkan berfungsi
lebih dari pada itu, diharapkan dapat memikul tugas yang tak kalah pentingnya,
yaitu melakukan reproduksi ulama’.
Dengan kualitas keislaman, keimanan, keilmuan, dan akhlaknya para santri
diharapkan mampu membangun dirinya dan masyarakat sekelilingnya. Para santri
diharapkan dapat memainkan fungsi ulama’ dan pengakuan terhadap keulama’an
mereka yang biasanya pelan-pelan tapi pasti datang dari
masyarakat. Selain itu pesantren juga bertujuan untuk menciptakan manusia
muslim yang mandiri, dan ini merupakan kultur pesantren yang sangat menonjol,
yang mempunyai swakarya dan swadaya. Dengan demikian keunggulan Sumber Daya
Manusia yang ingin dicapai pesantren adalah terwujudnya generasi muda yang
berkualitas tidak hanya dalam aspek kognitif, tetapi juga pada aspek afektif
dan psikomotorik.
Tetapi sesuai dengan sifat distigtifnya
sebagai lembaga pendidikan Islam yang mempunyai sub-kultural yang distigtif
pula. Pesantren harus lebih mengorientasikan peningkatan kualitas santrinya
kearah penguasaan ilmi-ilmu agama Islam. Karena bagaimanapun sampai sekarang ini pesantren
tetap masih merupakan lembaga pendidikan
Islam yang paling efektif dalam melakukan trasmisi dan
transfer ilmu-ilmu agama.
6.
Prospek Pesantren di Masa Depan
Era globalisasi dewasa ini
dan di masa datang memengaruhi perkembangan sosial budaya
masyarakat muslim Indonesia umumnya atau pendidikan Islam, termasuk pesantren.
Globalisasi sebenarnya bukanlah fenomena baru bagi masyarakat muslim Indonesia.
Bahkan bebarengan dengan datangnya berbagai gelombang global secara konstan
dari waktu ke waktu.
Sumber globalisasi tersebut
adalah Timur Tengah khususnya mula-mula Makkah dan Madinah sejak abad ke-20, juga Kairo. Karena itu seperti biasa diduga, globalisasi ini lebih bersifat religio-intelektual,
meski dalam kurun-kurun tertentu, juga diwarnai oleh semangat religio-politik.
Tetapi globalisasi yang berlangsung dan melanda masyarakat muslim Indonesia
sekarang menampilkan sumber dan watak yang berbeda. Proses globalisasi dewasa
ini tidak lagi bersumber dari Timur Tengah, melainkan dari Barat yang terus
memegang supremasi dan hegemoni dalam
berbagai lapangan kehidupan masyarakat dunia umumnya. Globalisasi yang
bersumber dari Barat tampil dengan watak ekonomi-politik dan sains-teknologi.
Dominasi dan hegemoni
politik Barat dalam segi-segi tertentu mungkin saja telah merosot, khususnya
setelah berakhirnya perang dunia kedua dan perang dingin.
Tetapi hegemoni ekonomi dan sains teknologi Barat tetap belum tergoyahkan.
Meski muncul beberapa kekuatan ekonomi baru,seperti Jepang dan Korea Selatan,
tetapi kultur hegemoni ekonomi dan sains-teknologi, tetap sarat dengan
nilai-nilai Barat. Dengan demikian hegemoni tadi menemukan momentum baru, yang
pada gilirannya mempercepat proses globalisasi.
Hegemoni ekonomi dan dan sains-teknologi
jelas bukan persoalan sederhana. Hegemoni dalam bidang-bidang ini bukan hanya
menghasilkan globalisasi ekonomi dan sains-teknilogi, tetapi juga bidang-bidang
intelektual, sosial, nilai-nilai dan gaya hidup dan seterusnya. Globalisasi
Coca Cola atau MC Donald, bukan sekedar ekspansi ekonomi, tetapi juga gaya
hidup dengan segala implikasinya. Globalisasi MC Donald misalnya menimbulkan
perubahan dalam pola dan jenis makanan yang dikonsumsi masyarakat. Perubahan
ini pada gilirannya menimbulkan implikasi-implikasi tertentu bagi kesehatan
masyarakat, penyakit-penyakit, semacam tingginya kolestrol, obesitas
(kegemukan) sekarang dikhawatirkan ahli-ahli kesehatan Indonesia semakin
menyebar dalam sebagian masyarakat Indonesia, terutama di wilayah-wilayah
dimana ekspansi dan penetresi Mc Donaldnisasi dan Coca Colanisasi ini terlihat paling kuat.
Hal yang sama juga bisa dilihat pada hegemoni model-model pendidikan Barat
terhadap sistem pendidikan nasional Indonesia. Itulah sebabnya kedepan pondok
pesantren harus melakukan pembenahan diri dengan maksimal dan terencana. Model
pendidikan Islam
yang diemban oleh pondok pesantren harus
terus mengalami pembaharuan-pembaharuan dimana karakteristik pondok pesantren
harus tetap melekat kuat dan menjadi jiwa dari pergerakan pondok pesantren. Dan
bersamaan dengan itu, pengadopsian model-model pendidikan moderen harus dilakukan tanpa
mengurangi sedikitpun pengaktualisasian nilai-nilai keislaman yang hidup dalam
pesantren. Lebih dari itu tranformasi penguasaan teknologi moderen serta
profesionalisme para santri juga harus dikedepankan sebagai salah satu misi
pondok pesantren moderen. Hal yang amat penting adalah pondok pesantren juga
harus menerapkan prinsip-prinsip bahwa pondok pesantren adalah sebuah komunitas
sosial masyarakat Islam yang juga harus diikuti dengan berkembangnya kegiatan
ekonomi moderen dalam pesantren, yang mendukung kuatnya posisi ekonomi
pesantren dimata masyarakat moderen. Sudah saatnya bahwa pondok pesantren juga
harus menjadi sebuah sistem pendidikan yang menyeluruh, menyatu dan
terintegrasi, dimana di dalam kawasan pondok pesntren berdiri taman bermain anak-anak (play Group),
Taman Kanak-Kanak, pondok pesantren moderen SD, SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi.
Kedepan, dengan
kelenturannya untuk memodernisasikan model pendidikan Islam di
dalam pondok pesantren, maka pesantren akan terus ikut
berkembang menjadi Centre of Moslem
Revitalisations (Pusat Revitalisasi Islam). Disini, lulusan-lulusan
pesantren akan mengabdikan diri sebagai pembaharu dan modernis Islam dan
membentuk serta mewarnai dunia moderen, khususnya bangsa Indonesia dengan nafas
Islam yang dibawanya dari pesantren. Dan dengan itu akan lahir peradapan Islam yang moderen, yang mampu berkembang dan membentuk tata dunia baru Islam sebagai Rahmatan Lil Alamin (Islam sebagai
rahmat bagi dunia) dan bukan sebagaimana
menjadi sebuah kekuatan yang seringkali diisukan sebagai ancaman bagi dunia
moderen.
C. Tujuan Diadakannya Kegiatan-Kegiatan di Pondok
Pesantren
Amat sulit untuk menggambarkan tujuan
kegiatan-kegiatan atau pendidikan pesantren secara pasti dan seragam. Hal ini
disebabkan karena pesantren mempunyai kebiasaan untuk tidak merumuskan dasar
dan tujuan pendidikan atau kegiatan secara eksplisit. Hal ini karena sifat
kesederhanaan pesantren, sesuai dengan dorongan berdirinya, dimana kyai
mengajar dan santri belajar semata-mata untuk ibadah lillahita’ala, dan tidak
pernah di hubungkan dengan tujuan tertentu dalam lapangan kehidupan atau tingkat jabatan
tertentu dalam hirarki sosial.
Adapun tujuan kegiatan-kegiatan atau pendidikan
pesantren menurut M.Arifin pada dasarnya terbagi menjadi dua hal, yaitu tujuan
umum dan tujuan khusus.
1.
Tujuan umumnya adalah membimbing anak didik (santri)
untuk menjadi manusia yang berkepribadian Islam dan sanggup dengan ilmu
agamanya menjadi mubaligh Islam dalam masyarakat sekitar melalui
ilmu dan amalnya.
2.
Tujuan khusus
a.
Mempesiapkan para santri untuk menjadi orang yang alim dalam
ilmu agama yang diajarkan oleh kyai yang bersangkutan.
b.
Mendidik santri untuk menjadi seorang muslim yang
bertaqwa kepada Allah, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan, dan
sehat lahir batin sebagai warga negara yang berpancasila.
c.
Mendidik santri agar menjadi kader-kader ulama’ dan
mubaligh yang berjiwa ikhlas, tabah, tangguh, wiraswasta, dan mengamalkan
syariat Islam secara utuh dan dinamis.
d.
Mendidik santri memperolah kepribadian dan semangat
kebangsaan agar dapat menumbuhkan manusia-manusia pembangun yang dapat
membangun dirinya dan bertanggung jawab terhadap pembangunan bangsa dan negara.
e.
Mendidik santri agar menjadi tenaga-tenaga yang cakap
dalam berbagai sektor pembangunan.
f.
Mendidik para santri agar dapat membantu meningkatkan
kesejahteraan sosial masyarakat dalam rangka ikut membantu pembangunan
bangsa.
D. Faktor-Faktor Yang Mendukung Kegiatan-Kegiatan di
Pondok Pesantren
Faktor-faktor yang mendukung kegiaan-kegiatan di
pondok pesantren adalah sebagai berikut:
1.
Figur kyai yang bijak
2.
Dewan-dewan asatid yang berkarakteristik dan
berkarisma
3.
Organisasi dan manajemen yang baik
4.
Sarana dan prasarana yang memadai
5.
Kehidupan sosial dan budaya yang baik
6.
Partisipasi masyarakat
Selain faktor
pendukung, ada juga faktor penghambat dalam kegiatan-kegiatan di pondok
pesantren, yaitu:
1.
Perbedaan aliran atau faham keagamaan di masyarakat
2.
Anggara pendidikan atau kegiatan
3.
Pengaruh globalisasi budaya Barat
BAB III
PEMBAHASAN
A. Kegiatan-Kegiatan Pondok Pesantren Rafirna dan
Manfaatnya
Kegiatan syi'ar agama Islam merupakan upaya untuk
mengajak umat manusia menuju jalan yang benar, keadaan yang lebih baik dan diridhoi
Allah swt. Pada zaman sekarang syi'ar agama Islam seolah-olah ditantang untuk
mengontrol lajunya perkembangan pemikiran manusia dan sekaligus mampu
mensosialisasikan nilai-nilai agama Islam dalam kehidupan sehari-hari. Pondok
pesantren sebagai salah satu lembaga dakwah dan lembaga pendidikan khas ala
Indonesia yang tumbuh dan berkembang di tengah-tengah masyaraka Islam adalah
sebagai sarana pencetak ahli dakwah sekaligus sebagai tempat berlangsungnya
kegiatan dakwah. Salah satu pondok pesantren yang melakukan pelaksanaan dakwah
dan syiar terhadap masyarakat adalah pondok pesantren Roudlotu Firqotin Najiyyah (Rafirna) Desa Tanjungsari,
yang di asuh oleh Al-Mukarom Bapak KH. Busyaeri Achmad.
Pondok pesantren Rafirna dalam melakukan kegiatan dakwah dan syi'ar agama
terhadap masyarakat mengadakan beberapa kegiatan, yaitu: pembelajaran kitab
kuning, tadarus Al-Qur'an dan tahfidzul Qur'an, tilawatul Qur'an, sholawat
rebana, tarbiyatul mubalighin, pembacaan majmuatul mawalidi, ziarah kubur, akhirussah, musyabaqoh, ro'an atau kerja bakti, dan
sepak bola Liga Dengkul Rafirna.
1.
Pembelajaran
Kitab Kuning
|
Kitab kuning merupakan kitab berbahasa Arab yang
lembarannya berwarna kuning, tidak bergaris, dan juga tidak berharokat. Di
pesantren Rafirna, kitab kuning menjadi sebuah dasar pembelajaran bagi para
santri untuk memperdalam tentang agama Islam dan memudahkan untuk mempelajari agama
yang terdapat dalam Al-Qur’an dan Hadits. Di samping itu kitab kuning merupakan
salah satu elemen atau unsur terpenting dalam pondok pesantren.
Mayoritas
santri mengatakan “membaca dan memahami kitab kuning itu sangat sulit”,
sebagian lagi mengatakan gampang-gampang susah, dan sebagian lagi mengatakan
cukup mudah dan menyenangkan. Bahkan ada santri yang mengatakan bahwa belajar
kitab kuning itu sangat nikmat sekali, tidak membosankan, dan apa yang dibaca
tidak mudah hilang dalam ingatan. Membaca kitab kuning memiliki rasa tersendiri
dibandingkan dengan membaca buku-buku yang bertuliskan bahasa Indonesia, yang
dikarang oleh orang-orang di zaman sekarang.
Membaca
dan memahami kitab kuning itu sulit, sulit dalam artian bagi orang-orang yang
tidak menguasai dan tidak memahami beberapa ilmu penunjang untuk menguasai dan
memahami kitab kuning. Ilmu penunjang tersebut adalah ilmu Nahwu, Shorof,
Balaghoh, dan kitab-kitab atau ilmu penunjang lainnya. Ilmu nahwu, shorof, dan
balaghoh ini tidak hanya digunakan untuk memahami kitab kuning saja, akan
tetapi juga bermanfaat bagi penafsiran makna Al-Qur’an dan Hadits. Ilmu nahwu
membahas tentang perubahan harokat dan huruf pada akhir sebuah kalimat. Di
antara kitab yang membahas ilmu nahwu adalah kitab Mitnul Jurmiyah, Al-Imriti,
Mutammimah, dan Alfiyah Imam Ibnu Malik. Ilmu shorof adalah ilmu yang membahas
tentang perubahan lafad dan makna dari suatu bentuk kata ke bentuk yang
lainnya. Di antara kitab-kitab shorof adalah Amtsilatit Tasrifiyah (Tasrif),
Qowaidul I’lal, da Alfiyah Imam ibnu Malik. Ilmu Balaghoh membahas tentang
sastra bahasa Arab. Oleh karena itu, dengan memahami kitab-kitab tersebut
sedikit banyak akan bisa membaca kitab kuning, memahami apa yang terkandung
dalam kitab-kitab klasik tersebut, dan juga tidak akan terjadi kesalahan dalam
memaknai dan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam
mempelajari kitab-kitab kuning juga memiliki metode-metode tertentu. Adapun
metode pembelajaran yang digunakan dalam pesantren ini adalah sebagai berukut:
a. Metode
Sorogan
Metode
sorogan merupakan kegiatan pembelajaran para santri yang lebih menitik baratkan
pada pengembangan kemampuan perseorangan di bawah bimbingan seorang ustadz atau
kyai. Metode ini biasanya dilakasanakan pada ruang tertentu, di hadapan kyai atau
ustadz tersedia sebuah meja pendek (dampar) untuk meletakkan kitab bagi santri
yang sedang menghadapnya untuk mengkaji kitab. Sementara itu, santri-santri
yang lain duduk agak jauh sambil mendengarkan dan mempersiapkan diri untuk
menunggu gilirannya.
b. Metode
Bandongan
Dalam
metode ini kyai menghadap kepada sekelompok santri yang masing-masing memegang
kitab yang sama. Kyai membacakan, menerjemahkan, menerangkan, dan mengulas
suatu pelajaran yang ada di dalam kitab. Sementara itu, para santri memberi harokat,
catatan simbol-simbol kedudukan kata, memberikan makna di bawah kata (makna
gandul), dan keterangan-keterangan lain pada kata-kata yang dianggap perlu
serta dapat membantu memahami bacaan.
c. Metode
Pengajian Pasaran
Metode
ini adalah kegiatan belajar para santri melalui pengkajian kitab tertentu pada
seorang kyai senior yang dilakukan secara terus-menerus selama tenggang waktu
tertentu. Pada umumnya dilaksanakan pada bulan Ramadhan, dan targetnya adalah
selesai membaca kitab (khatam).
d. Metode
Hafalan/Muhafadhoh
Metode
Muhafadhoh adalah kegiatan belajar santri dengan cara menghafal suatu pelajaran
tertentu, biasanya berupa nadzom dan syi’ir. Selanjutnya hafalan yang telah
dimiliki santri disetorkan atau dihafalkan di hadapan kyai atau ustadz. Dan
pada akhir tahun ajaran, santri akan menghafalkan materi dari awal sampai akhir
kitab tersebut sebagai salah satu syarat untuk naik kelas.
e. Metode
Takror
Metode
takror dilakukan ketika ustadz atau kyai yamg mengajar tidak bisa datang untuk
mengajar. Salah seorang santri maju ke depan kelas sebagaimana layaknya kyai
atau ustadz, lalu menyampaikan pelajaran yang kemarin telah diajarkan atau
pelajaran yang belum pernah sakalipun diajarkan (musyawaroh/diskusi). Metode
takror ini bermanfaat untuk melatih
mental santri dalam berbicara di hadapan umum.
Mengikuti
pembelajaran kitab kuning merupakan kegiatan yang harus dilakukan para santi.
Dan santri tak hanya dituntut untuk bisa membaca kitab kuning, namun juga di
tuntut untuk memberikan makna di bawah tulisan berbahasa Arab tersebut dengan
menggunakan tulisan Arab pegon yang berbahasa Jawa. Santri akan bisa memahami
suatu materi jika sudah bisa memberikan makna, keterangan, dan rujukan dari
kitab yang pernah dibacakan dan diterangkan oleh kyai atau ustadz. Jika menulis
tulisan pegon sudah lancar, maka membacanya pasti akan sangat mudah. Sebenarnya
boleh saja memaknai dengan menggunakan tulisan bahasa Indonesia, namun alangkah
baiknya jika menggunakan tulisan pegon. Dengan menggunakan tulisan pegon
tersebut berarti sedikit banyak kita telah berusaha melestarikan dan memelihara
khasanah budaya Nusantara, khususnya budaya Jawa yang dibawa oleh para
walisongo.
Cukup banyak
kitab-kitab yang menjadi bahan ajar di pondok pesantren Rafirna, mulai dari
hadits, syari’at, tauhid, tajwid, akhlak, tasawuf, dan lain sebagainya. Adapun
kitab-kitab yang dipelajari berdasarkan kelas atau tingkatannya adalah sebagai
berikut:
a. Kelas
I atau Tingkatan Jurmiyah
1. Jurmiyah
dan Shorof, mempelajari tentang tata bahasa Arab. Merupakan langkah awal untuk
bisa membaca dan memahami kitab-kitab kuning lainnya.
2. Safinatun
Najjah, berisi tentang syari’at.
3. Khoridatul
Bahiyyah, berisi tentang tauhid atau keimanan.
4. Hadits
Arbain Nawawiyyah, berisi hadits-hadits tentang asas-asas dan pokok agama Islam.
5. Alala,
berisi tentang akhlak dan thoriqoh.
6. Tuhfatul
Atfal, berisi tentang tajwid.
7. Khulashoh
Nurul Yaqin juzz awal, berisi tentang sejarah Nabi Muhammad.
b. Kelas
II atau Tingkatan Imriti
1. Al-Imriti,
berisi tentang tata bahasa Arab.
2. Qowaidul
I’lal, berisi tentang bina’-bina’ dan sebab-sebab berubahnya suatu kalimat.
3. Bulughul
Marom, berisi tenteng hadits-hadits tuntunan syari’at Islam.
4. Taqrib,
berisi tentang syari’at-sayari’at Islam.
5. Ta’limul
Muta’alim, berisi tentang akhlaq, toriqoh, dan tasawuf.
6. Tijan
Durori, berisi tentang ketauhidan.
7. Jazariyyah
atau Tuhfatuts Tsani, berisi ilmu tajwid.
8. Khulashoh
Nurul Yaqin juzz Tsani, berisi tentang sejarah Nabi Muhammad dan para sahabat.
c. Kelas
III atau Tingkatan Alfiyah
1. Alfiyah
Imam ibnu Malik, kitab yang membahas tentang ilmu nahwu dan shorof sekaligus
dengan pengi’lalan (tata bahasa Arab).
2. Fathul
Qoribul Majid, merupakan syarah dari kitab Taqrib yang membahas tentang
syariat-syariat Islam seperti Thoharoh, sholat, puasa, zakat, haji, dan kitab
ini juga membahas tentang munakahat, muamalah, seperti jual beli, gadai dan
sebaginya.
3. Bidayatul
Hidayah, berisi tentang ilmu tasawuf.
4. Bulughul
Marom, berisi hadits-hadits tuntunan syariat Islam.
5. Khulashoh
Nurul Yaqin juz Tsuluts, berisi sejarah para Khulafa’urrosidin.
Selain ketiga kelas di atas, masih ada kelas lainnya
yaitu tingkatan Jawahirul Ma’nun dan Ukudujuman. Namun karena tidak adanya atau
sedikitnya santri yang mencapai tingkatan ini, maka kelas ini jarang dibuka.
Kebanyakan santri yang telah khatam atau telah selesai pada tingkatan Alfiyah
merasa sudah cukup puas terhadap apa yang dipelajari dan diperolehnya, dan
mereka akan kembali ke kampung halamannya.
Di samping ada kitab-kitab yang dipelajari
berdasarkan kelas (bandongan), ada juga kitab-kitab yang dipelajari dengan
metode sorogan, yaitu di mulai dari kitab Safinatun Najjah, Sulamun Najjah,
Tijan Durori, Riyadul Badi’ah, Fathul Qoribul Majid, Fatthul Mu’in, sampai
kitab-kitab yang tingkatannya lebih tinggi lagi dan santri akan mempelajari
sesuai kemampuan dan keinginan. Metode sorogan ini biasanya dilaksanakan pada
pagi hari, yaitu sekitar pukul 08.00 WIB. Sedangkan untuk metode klasikal
(bandongan) di aksanakan pada malam hari sekitar pukul 07.30 malam (ba’da
Isyak) sampai jam 09.30 malam.
Mempelajari kitab kuning sangat bermanfaat bagi
kehidupan manusia. Dengan memahami kitab kuning sedikit banyak kita akan tahu
apa yang tersurat dan tersirat dalam Al-Qur’an dan Hadits serta kitab-kitab
kuno. Manfaat-manfaat lainnya masih banyak, diantarnya yaitu:
1. Mengatahui
dan memahami hukum-hukum islam.
2. Mengetahui
sejarah orang-orang terdahulu dan mengambil hikmah dari peristiwa tersebut.
3. Kita
dapat mencontoh sikap dan prilaku terpuji Rosul, para sahabat, tabi’in dengan
membaca sejarahnya di dalam kitab.
4. Mengasah
dan menyeimbangkan otak kanan dan kiri.
5. Membersihkan
hati.
2.
Tadarus
Al-Qur’an dan Tahfidzul Qur’an
Al-Qur’an
adalah kitab suci umat Islam yang mengandung pesan sosial dan spirit
keberagamaan. Al-Qur’an adalah kitab suci yang merupakan penyempurnaan dari
kitab yang diturunkan oleh Allah sebelumnya kepada para Rasul. Al-Qur’an adalah
petunjuk kehidupan manusia dan obat segala penyakit kehidupan sosial manusia.
Kewajiban umat Islam adalah menaruh perhatian terhadap Al-Qur’an dengan
membacanya, menghafalnya, maupun menafsirkannya. Allah swt. telah menjanjikan
bagi para pelestari kitab-kitab-Nya yaitu berupa pahala, dinaikkan derajatnya,
dan diberi kemenangan di dunia dan akhirat. Mengingat begitu berartinya hal
itu, maka pondok pesantren Rafirna membuka pengajaran Tadarus Al-Qur’an dan Tahfidzul
Qur’an.
a. Tadarus
Al-Qur’an
Kitab
suci Al-Qur’an yang ada pada saat ini telah berusia sekitar 14 abad, terhitung
sejak Nabi Muhammad saw. diangakat oleh Allah swt. sebagai Nabi pada sekitar
tahun 611 M. Meskipun demikian, Al-Qur’an yang ada sekarang ini masih tetap
seperti dahulu pada saat pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. Tidak ada satu ayat pun yang tertinggal,
bahkan tidak ada satu kata atau huruf pun yang terbuang atau hilang.
Membaca
Al-Qur’an merupakan ibadah yang akan mendapatkan pahala disisi Allah swt. Nilai
ibadah tersebut terdapat dalam sabda Rasulullah saw. sebagai berikut:
Artinya:
“barang siapa membaca satu huruf dari Al-Qur’an, dia akan memperoleh satu kebaikan.
Dan kebaikan itu akan dibalas sepuluh kali lipat. Aku tidak mengatakan alif lam
mim itu satu huruf, tetapi alif satu huruf, lam satu huruf, dan mim satu
huruf”.(HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Mas’ud).
Di
pesantren Rafirna, setiap santri di wajibkan mengikuti tadarus Al-Qur’an. Bagi
santri baru biasanya diawali dengan mempelajari Iqra’yang terdiri dari enam
jilid, setelah tamat mempelajari Iqra’, baru kemudian mulai membaca Al-Qur’an juz
Amma (juz tigapuluh) yang dibaca mulai dari surat An-Nas. Setelah juz Amma
selesai, santri akan membaca Al-Qur’an dari awal, yaitu dari surat Al-Fatihah,
Al-Baqoroh dan seterusnya.
Adapun
waktu pelaksanaan tadarus Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
1. Ba’da
sholat Subuh.
2. Pada
pukul 08.00 WIB, bersamaan dengan sorogan kitab kuning. Biasanya tadarus
terlebih dahulu, kemudian dilanjutkan dengan membaca kitab kuning secara
sorogan.
3. Ba’da
Dhuhur.
4. Ba’da
Asyar, sekitar pukul 05.00 sore ( hanya dilakukan pada bulan Ramadhan).
5. Ba’da
Maghrib.
b. Tahfidzul
Qur’an
Para
ulama’ sepakat bahwa hukum menghafal Al-Qur’an adalah fardhu kifayah. Apabila di
antara anggota masyarakat ada yang sudah melaksanakannya maka bebaslah beban
anggota masyarakat yang lainnya, tetapi jika tidak ada sama sekali, maka
berdosalah semuanya. Prinsip fardhu kifayah ini dimaksudkan untuk menjaga
Al-Qur’an dari pemalsuan, perubahan, dan pergantian seperti yang pernah terjadi
terhadap kitab-kitab yang lain pada masa lalu.
Sedikit
sekali santri Rafirna yang ingin menghafal Al-Qur’an, kebanyakan santri hanya
berminat pada kitab kuning saja. Mereka yang mengambil Tahfidzul Qur’an beranggapan
bahwa dengan bisa memahami, menafsirkan, dan menghafalkan Al-Qur’an akan lebih
mulia dan lebih tinggi derjatnya di hadapan Allah swt. Dan dengan mempelajari
dan menghafalkan Al-Qur’an seseorang bisa mengamalkan isi dari Al-Qur’an
tersebut.
1) Petunjuk
Sebelum Menghafal Al-Qur’an
a) Membenarkan
pengucapan dan bacaan Al-Qur’an, yaitu seorang calon hafidz harus sudah mampu
membaca Al-Qur’an dengan bacaan yang benar, fasih, serta lancar. Sebaiknya
sebelum menghafal Al-Qur’an, seorang calon hafidz harus sudah khatam membaca
Iqra’ dan Al-Qur’an secara bin-nadzar (melihat mushaf) kepada seorang guru yang
ahli.
b) Menggunakan
satu mushaf Al-Qur’an, yakni agar bentuk dan letak ayat-ayat dalam mushaf itu
akan terpatri dalam hati jika orang tersebut sering membaca dan melihat mushaf
itu. Mushaf yang biasa dipakai untuk menghafal adalah “Al-Qur’an Pojok”, dimana
setiap halaman diawali dengan awal ayat dan diakhiri dengan akhir ayat. Diantar
Al-Qur’an pojok adalah “Mushaf Bahriah dan Al-Qur’an Kudus”. Mushaf Bahriah
yang setiap halaman terdiri atas 15 baris dan setiap juz terdiri atas 20
halaman. Sedangkan Al-Qur’an Kudus setiap halaman terdiri atas 20 baris dan
setiap juz terdiri atas 10 halaman.
c) Memiliki
kondisi fisik dan pikiran yang sehat.
d) Usia
yang tepat, yaitu usia muda, semenjak usia 5 tahun hingga kira-kira 23 tahun
adalah usia yang paling cocok untuk menghafal Al-Qur’an.
2) Syarat-Syarat
Menghafal Al-Qur’an
a) Niat
yang ikhlas.
b) Mempunyai
kemauan yang kuat.
c) Disiplin
dan istiqomah menambah hafalan.
d) Talaqqi
kepada seorang guru.
e) Berakhlak
terpuji.
3) Metode
Menghafalkan Al-Qur’an
Untuk metode hafalan itu terserah
bagi para santri. Santri akan memilih dan menentukan sendiri metode apa yang
tepat untuknya. Namun metode yang sudah terkenal saat ini ada tiga, yaitu:
a) Metode
seluruhnya, yaitu membaca satu halaman dari baris pertama sampai baris terakhir
secara berulang-ulang sampai hafal.
b) Metode
bagian, yaitu menghafal ayat demi ayat atau kalimat demi kalimat yang dirangkaikan
sampai satu halaman.
c) Metode
campuran, yaitu kombinasi antara metode seluruhnya dengan metode bagian.
Penghafalan dimulai dari surat Al-Fatihah, dilanjutkan
surat Al-Baqoroh dan surat-surat seterusnya. Setoran awal biasanya adalah
seperempat juz atau dua setengah lembar (5 halaman). Dan untuk selanjutnya, setiap
hari setoran satu lembar (dua halaman), dilakukan dalam 2 kali setoran bagi
santri yang tidak mengikuti sekolah umum, yaitu pukul 09.00 pagi dan 04.30
sore. Dan bagi bagi santri yang sekolah dilakukan dalam 1 kali setoran, yaitu
pukul 04.30 sore. Santri calon hafidz memiliki jadwal wajib tadarus dan
menghafal Al-Qur’an tersendiri dibandinkan dengan santri lainnya. Waktu
tadarusnya yaitu, ba’da Subuh, ba’da Dhuhur, ba’da Asyar, ba’da Isya’, dan dan
pukul 09.00 pagi (ba’da setoran awal) sampai pukul 11.00 siang.
c. Manfaat
Tadarus dan Tahfidzul Qur’an
Diantara
faedah atau manfaat tadarus dan menghafal Al-Qur’an adalah:
1) Jika
disertai dengan amal sholeh dan keikhlasan, maka membaca dan menghafalakan
Al-Qur’an merupakan kemenangan dan kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2) Akan
mendapatkan anugrah dari Allah swt. berupa ingatan yang tajam dan pemikiran
yang cemerlang.
3) Mendorong
untuk lebih berprestasi.
4) Penghafal
Al-Qur’an memiliki identitas yang baik, akhlak dan prilaku yang baik.
5) Mempunyai
kemampuan mengeluarkan fonetik Arab dari landasannya secara alami, sehingga
bisa fasih berbicara dan ucapannya benar.
6) Menguasai
arti kosa kata bahasa Arab.
7) Mengetahui
hikmah yang tersirat di dalam ayat Al-Qur’an.
8) Memiliki
pedoman hidup yang kuat dan tidak akan goyah.
3.
Tilawatul Qur’an
Tilawtul
Qur’an yaitu membaca Al-Qur’an dengan lagu-lagu dan nada-nada tertentu yang
selama ini sudah dikenal, seperti Bayati, Nahwand, Rost, Syika, Jiharka, dan
lain sebagainya. Masdar kata tilawah adalah berasal dari kata “tala” yang artinya
mengikuti. Namun tilawah juga bisa diartikan membaca, sebab membaca adalah mengikuti
huruf per huruf untuk dilantunkan.
Di
pondok Rafirna, tilawatul Qur’an merupakan kegiatan ekstra yang paling disukai
santri. Mayoritas santri sangat menyukai kegiatan ini meskipun suara mereka
kebanyakan kurang enak didengar. Ekstra Tilawatul Qur’an ini dilaksanakan pada
hari Jum’at, ba’da Asyar dengan guru pelatihnya adalah Qori’ Al-Ustadz Fathul
Ahyar S.Pd. kegiatn ini dimulai dengan pembacaan ta’awudz dan basmalah, kemudian
dilanjutkan dengan ayat-ayat tertentu yang dilagukan. Qori’ melantunkan kalimah
ta’awud, kemudian para santri akan menirukan bacaan tersebut. Begitu juga pada
kalimah basmalah dan ayat-ayat yang dibacakan seterusnya, namun pada waktu
tertentu terkadang Qori’ memberikan penjelasan dan arahan, serta meminta kapada
beberapa santri untuk melantunkan kembali ayat-ayat yang baru saja dicontohkan
dan diajarkan.
Jika
didengarkan dan dirasakan denagan khusuk, maka Tilawatul Qur’an ini akan sangat
menyentuh hati dan menggugah jiwa. Hati yang keras dan kaku akan meluluh dan
mencair, serta mata akan meneteskan air
mata karena tersentuhnya batin dan hati nurani. Jiwa yang lelah dan terasa
resah akan menjadi tenang setelah mendengar ayat-ayat suci tersebut, dan raga
kita akan menjadi sangat bersemangat.
4.
Sholawat Rebana
Mendengar
kata “Sholawat Rebana” mungkin sudah
tidak asing lagi, apalagi dengan nama “Sholawat Rebana Simtudduror”, tentu
kebanyakan orang sudah tahu. Sholawat rebana merupakan sebuah seni musik religi
yang berisi sholawat-sholawat yang disanjungkan kepada Nabi Muhammad saw.
dengan diiringi oleh alat musik berupa gendang berbentuk bundar dan pipih
(terbang) sebagai alat musik utamanya.
Sholawat
rebana simtudduror ini merupakan kegiatan ekstra yang sangat digemari oleh
santri-santri putra. Mereka bersholawat dengan penuh rasa cinta karena mengharapkan syafa’at dari
Rasulullah saw. Anehnya, grup rebana simtudduror pesantren Rafirna yang bernama
“Rafirna Nada”ini tidak memilik pelatih khusus pada saat latihan. Para santri
belajar dan berlatih dari teman mereka yang yang sudah memiliki kemahiran
menabuh rebana.
Pelatihan
sholawat rebana dilaksanakan pada hari Rabu dan Jum’at (jika Tilawatul Qur’an
tidak di laksanakan), ba’da Asyar. Namun biasanya pada saat acara Tarbiyatul
Mubalighin dan pembacaan Al-Barjanji, sholawat rebana ini juga ikut ditampilkan
sebagai selingan acara. Alat-alat yang digunakan masih kurang komplit, hanya
terdiri atas terbang, keplak, bas atau beduk (jadur). Masih kurang marawis dan
alat-alat pelengkap lainnya.
Adapun
bersholawat reban itu memiiki banyak sekali manfaat dan faedah, diantaranya
adalah:
a. Memperoleh
curahan rahmat dan kebaikan dari Allah swt.
b. Menghapuskan
kejahatan dan menyehatkan badan.
c. Menjauhkan
kerugian, penyesalan, dan digolongkan dalam golongan orang-orang yang sholih.
d. Memperoleh
pahala, sebagaiman pahala memerdekakan budak.
e. Menghasilkan
syafa’at.
f. Memperoleh
penyertaan dari malaikat rahmat.
g. Memperoleh
hubungan yang rapat dengan Nabi.
h. Membuka
kesempatan berbicara dengan Nabi.
i.
Menghilangkan
kesusahan, kegundahan, dan meluaskan rezeki.
j.
Melapangkan
dada, apabila seseorang membaca sholawat maka Allah akan melapangkan dadanya
dan memberi sinar penerangan ke dalam hatinya.
k. Menghapuskan
dosa. Apabila membacanya secara istiqomah tiga kali setiap hari, maka Allah
akan menghapuskan dosanya.
l.
Menggantikan
shodaqoh bagi orang yang tidak sanggup bershodaqoh.
m. Melipatgandakan
pahala yang diperoleh, apabila seseoraang bersholawat di hari Jum’at, maka
Allah akan memberikan kepadanya pahala yang berlipa ganda.
n. Menyebabkan
do’a dapat terkabul/di terima oleh Allah.
o. Melepaskan
diri dari kebingungan di hari kiamat. Apabila seseorang meninggalkan sholawat
kepada Nabi, maka ia akan menghadapi kebingungan dan kekacauan di padang
Mahsyar.
5.
Tarbiyatul
Mubalighin
Tarbiyatul
mubalighin merupakan ajang pelatihan bagi seorang santri untuk menjadi seorang
mubaligh. Setelah kembali dari pondok pesantren Rafirna , para santri diharapkan
untuk bisa menjadi seorang mubaligh yang memberikan petunjuk kebenaran kepada
masyarakat di sekitarnya agar tetap selalu menjaga Islam dan iman. Dan insya
Allah melalui kegiatan tarbiyah ini, mental dan kecakapan berbicara akan
terbentuk.
Kegiatan
tarbiyah ini dilakukan pada hari Selasa, ba’da Asyar. Pelaksanaannya hampir
mirip dengan pengajian-pengajian umum yang terselenggara di desa-desa. Diantara
santri ada yang bertugas sebagai pembawa acara, pembacaan ayat suci Al-Qur’an
dan sholawat Nabi, prakata panitia penyelenggara, bertugas memberikan sambutan
wakil santi, dan juga bertugas sebagai mubaligh yang menyampaikan pesan-pesan
agama, melantunkan syi’ir, dan juga berkenan memimpin do’a. Mungkin pada
awalnya para santri masih merasa canggung dan malu. Namun setelah terbiasa
memperoleh tugas maka rasa malu itu akan berubah menjadi ketagihan untuk
memperoleh giliran bertugas.
Banyak
sekali manfaat yang dapat diambil dari kegiatan Tarbiyatul Mubalighin ini,
diantaranya yaitu:
a. Memiliki
mental yang kuat.
b. Memiliki
kecakapan dalam berbicara.
c. Mendapatkan
ilmu baru yang disampaikan oleh petugas mubaligh.
d. Mendapatkan
pahala.
e. Menambah
keakraban dan kerukunan antara teman atau santri.
f. Belajar
bagaiman menghargai orang yang sedang berbicara.
6.
Pembacaan
Majmuatul Mawalidi (Srakalan)
Majmuatul
mawalidi merupakan kitab yang berisi beberapa maulid, sholawat-sholawat, dan
do’a-do’a. Di dalamnya mengisahkan sejarah-sejarah Nabi Muhammad saw. yang
merupakan makhluk yang paling indah di alam semesta ini. Di pesantren Rafirna,
maulid yang biasa dibacakan dalam kitab Majmuatul Mawalidi adalah maulid
Barjanji Nasar dan Diba’. Waktu pelaksanaannya adalah hari Kamis, malam Jum’at
(ba’da Isyak). Salah seorang santri yang sudah fasih bacaannya memimpin dan
mengawali pembacaan tersebut, kemudian secara bergilir santri-santri akan
membaca satu persatu. Pada saat pembacaan barjanji dan dhiba’ tersebut biasanya
juga diselingi oleh lantunan-lantunan sholawat dan rebana simtudduror agar
lebih mengesankan dan menyentuh hati. Sebagian orang menganggap kegiatan
seperti ini sebagai prilaku bid’ah,
namun pesantren Rafirna yang berfaham Ahlussunnah Waljama’ah sangat yakin dan
percaya bahwa kegiatan seperti ini tidak dilarang dan tidak dosa karena
mengandung kebaikan, yaitu memanjatkan sholawat dan membaca kisah Rasulullah
yang begitu agung. Adapun manfaatnya adalah sebagaimana manfaat dalam
bersholawat, dan juga bertambahnya keimanan kepada Rasulullah saw.
7.
Ziarah Kubur
Ziarah
kubur ialah berkunjung kemakam atau pesarean orang Islam yang telah meninggal
dunia, baik orang muslim biasa, orang sholih, ulama’, wali, maupun Nabi.
Kegiatan ziarah kubur yang dilaksanakan oleh pesatren Rafirna terbagi menjadi
dua, yaitu:
a. Ziarah
mingguan, yaitu kegiatan ziarah yang dilakukan satu kali tiap seminggu, yaitu
pada hari Kamis dan waktunya ba’da Asyar. Makam yang dikunjungi adalah makam
ulama’ yang telah mendirikan pondok pesantren Rafirna, yaitu Alm. Al-Maghfurlah
Kyai Jamhuri bin Nuh dan Kyai Ahmad Mochtar bin Yasin. Kegiatan diawali dengan
membersihkan makam, kemudian dilanjutkan dengan membaca surat Yasin, Tahlil,
dan do’a.
b. Ziarah
Tahunan, merupakan ziarah yang dilakukan satu atau dua kali tiap tahunnya,
biasanya dilaksanakan pada bulan Muharram atau Rab’ul Awal. Sebelum ziarah dilaksanakan,
biasanya panitia ziarah mengumumkan kepada para santri dan masyarakat sekitar
pesantren bahwa kapan ziarah tersebut akan dilaksanakan, biayanya berapa,
rutenya kemana saja, dan transpot apa yang akan digunakan.
Hal yang perlu diperhatikan tentang ziarah kubur
adalah bahwa ziarah kubur itu tujuannya untuk mendo’akan ahli kubur, bukan untuk
meminta-minta kepada orang yang telah meninggal. Ziarah kubur mengandung banyak
sekali hikmah dan manfaat. Hikmah-hikmah tersebut antara lain:
a. Mengingatkan
orang yang masih hidup akan kematian yang sewaktu-waktu pasti akan datang.
b. Mempertebal
keimanan terhadap adanya alam akahirat, sehingga dapat meningkatkan ketaqwaan
kepada Allah swt.
c. Memperbaiki
hati yang buruk dan mental yang rusak sehingga pada akhirnya orang akan sadar
tentang perlunya mempererat hablum minallah dan hablum minannas.
d. Memberi
manfaat kapada mayit secara khusus dan ahli kubur secara umum berupa pahala
dari bacaan Al-Qur’an, kalimah-kalimah Thoyyibah, Istighfar, Sholawat Nabi, dan
lain sebagainya.
Dalam melakukan ziarah kubur perlu diperhatikan
beberapa petunjuk, antara lain:
a. Bersuci
atau berwudhu terlebih dahulu.
b. Mengucapakan
salam kepada ahli kubur.
c. Membaca
ayat-ayat Al-Qur’an seperti yasin, tahlil, dan lain sebagainya.
d. Menghadap
ke kiblat ketika membaca do’a.
e. Ziarah
dilakukan dengan penuh kekhusyukan.
8.
Akhirussanah
Seiring
dengan menjelang berakhirnya tahun ajaran bagi para santri di pondok pesantren
Rafirna, para dewan asatid dan santri sibuk untuk mempersiapkan acara terbesar
setiap tahunnya, yaitu Haflah Akhirussanah. Acara akhirussanah ini merupakan
acara untuk memperingati khaulnya pendiri pondok pesantren Rafirna (Alm.
Al-Maghfurlah Kyai Jamhuri bin Nuh dan Kyai Ahmad Mochtar bin Yasin) dan
melepas santri-santri yang telah mencapai tingkatan tertentu dalam proses
belajarnya (wisuda santri). Para santri yang telah pulang dari pesantren
Rafirna diharapkan dapat bermanfaat dan berguna bagi masyarakat di sekitarnya
dengan mengamalkan ilmu yang telah ditelah dan diperolehnya.
Acara
Akhirussanah tersebut biasanya dilaksanakan pada bulan Sya’ban, tepatnya di
komplek pondok pesantren Rafirna. Dan jama’ah yang menghadiri adalah para
alumni, wali santri, jama’ah mushola Al-Hidayah, warga desa Tanjungsari, dan
desa-desa sekitarnya. Pada moment ini biasanya pengurus pondok juga mengundang
mubaligh dan grup rebana yang cukup terkenal, sehingga cukup banyak jama’ah
yang menghadiri pengajian tersebut. Manfaat dari kegiatan Akhirussanah tersebut
adalah:
a. Sebagai
sarana syi’ar atau dakwah agama Islam.
b. Mendapat
tambahan ilmu dari pengajian yang disampaikan oleh mubaligh.
c. Menjadi
majelis ilmu yang akan menumbuhkan sifat ta’aruf.
d. Mempererat
hubungan silaturrahmi Islamiyah antara
alumni, wali santri dan masyarakat dengan pondok pesantren.
e. Sebagai
media untuk memprkenalkan (promosi) pondok pesantren dengan masyarakat umum.
9.
Musabaqoh
Musabaqoh
merupakan kegiatan lomba-lomba yang diadakan oleh pondok pesantren untuk
menguji dan menyeleksi sebarapa jauh para santri telah menyerap pengajaran yang
telah diberikan. Kegiatan musabaqoh ini biasanya dilaksanakan sebelum acara
Akhirussanah (Pra Akhirussanah). Kegiatan dimulai dengan adanya tes secara
klasikal kepada santri sebagaimana tes-tes dalam madrasah atau sekolah umum.
Para dewan asatid membuat soal tes, kemudian diberikan kepada para santri untuk
dikerjakan. Dan setelah selesai dikerjakan, soal akan dikumpulkan kembali
kepada ustadz yang mengajar untuk dinilai hasil pekerjaannya. Nilai-nilai dan
prosesnya tersebut yang akan menjadi tolak ukur para santri dan akan dimasukkan
ke dalam rapor santri. Tujuan dari kegiatan tes tersebut adalah untuk
menyeleksi santri manakah yang sudah pantas dan mampu untuk naik kelas atau
naik tingkatan belajarnya. Bagi santri yang dianggap telah mampu, maka akan
naik kelas, sedangkan santri yang dianggap kurang mampu, maka akan tetap dalam
kelasnya yang dulu.
Setelah
kegiatan tes selama enam hari tersebut selesai, maka dimulailah kegiatan
lomba-lomba lainnya. Adapun macam-macam lomba tersebut antara lain:
a. Muhafadhoh
Nadzom Khoridatul Bahiyyah, Tuhfatul Atfal, Al-Imriti, Jazariyyah, dan Alfiyah
Imam Ibnu Malik.
b. Membaca
kitab kuning, yaitu kitab Syafinatun Najjah dan Taqrib atau Abi Sujak.
c. Muhafadhoh
juz Amma.
d. Musabaqoh
Tilawatil Qur’an (MTQ).
e. Pidato
atau ceramah agama.
f. Cerdas
Cermat Agama (CCA).
g. Sholawat
rebana simtudduror.
h. Olahraga,
yaitu sepak bola dan volly bal bagi santri putra.
Pada setiap perlombaan akan diambil tiga juara,
yaitu juara 1, 2, dan 3. Para juara akan diumumkan pada malam hari sebelum
acara Akhirussanah, dan akan diberikan hadiah beserta piagam penghargaan
(syahadah) kepada para juara. Kegiatan perlombaan ini memberikan dampak positif
di kalangan para santri, di antaranya adalah:
a. Dapat
memotivasi semangat belajar para santri.
b. Mngembangkan
dan menumbuhkan sikap kreatif, inovatif, kompetitif, dan kooperatif para santri.
c. Memberikan
pelajaran bagi santri untuk berkompetisi secara bersih.
d. Sebagai
sarana hiburan.
10.
Ro’an (Kerja
Bakti)
Ro’an
merupakan sebuah istilah yang sudah membumi dan tidak asing lagi di kalangan
pondok pesantren, yaitu sebuah kerja bakti bersama yang di lakukan para santri
secara serempak. Hari minggu atau hari libur lainnya adalah hari dimana para
santri disibukkan dengan pembagian tugas dan lokasi yang akan dibersihkan.
Kegiatan ro’an tidak hanya kegiatan bersih-bersih saja, tetapi juga
kegiatan-kegiatan lainnya seperti mencari batu dan pasir di sungai, mengecor
lantai dan tiang masjid/mushola, serta pergi ke sawah atau ladang Bapak kyai
untuk menanam dan merawat padi.
Ro’an
tidak hanya menghasilkan kebersihan lokasi pesantren saja (kebersihan luar),
namun lebih dari pada itu ro’an menyimpan hasil lainnya yaitu kebersihan hati.
Ro’an dilaksanakan dengan hati yang penuh keikhlasan, kesabaran, kebersamaan,
dan kegembiraan. Dengan adanya kegiatan ro’an ini timbullah sifat ta’aruf,
saling menghargai, tolong-menolong, dan perasaan senasib setia kawan yang akan
menumbuhkan persaudaraan diantara muslim yang tidak akan terputus ikatan
hatinya sampai di akhirat kelak.
11.
Liga Dengkul
Rafirna (LDR)
Liga
Dengkul Rafirna merupakan kegiatan bermain sepak bola bagi para santri putra di
pondok pesantren Rafirna. Cara bermainnya sama seperti bermain sepak bola pada
umumnya, hanya saja para santri tidak memakai sepatu bola. Saat ada waktu-waktu
luang, santri meminta izin kepada kyai dan ustadz untuk bermain sepak bola ke
tanah lapang. Jika diizinkan maka para santri akan berangkat bermain sepak
bola. Namun jika tidak diizinkan, maka para santri tidak akan berangkat bermain
sepak bola.
Biasanya
santri membaginya menjadi dua kelompok, yaitu kelompok santri dari daerah
Batang dan Kendal. Kedua tim tersebut kadang-kadang bermain dengan penuh
lawakan karen kebanyakan dari mereka tidak bisa bermain sepak bola, dan
permainannya pun sangat lucu dan menggelikan hati. Di samping itu, tim sepak
bola LDR (Liga Dengkul Rafirna) ini
kadang-kadang juga menantang dan mendapat tantangan dari tim sepak bola
pesantren lain. Kegitan ini cukup bermanfaat bagi para santri. Di antaranya
adalah:
a. Menjalin
persaudaraan dengan pesantren lain (ta’aruf antar pesantren).
b. Menyehatkan
badan.
c. Sebagai
sarana hiburan.
B.
Pembinaan
Aqidah Akhlak
Kata aqidah
akhlak merupakan dua kata yang memiliki ikatan erat. Aqidah dapat berarti
simpulan, ikatan, atau perjanjian. Sedang secara teknis aqidah berarti iman, kepercayaan, dan
keyakinan. Tumbuhnya kepercayaan tersebut berada di dalam hati, sehingga yang
dimaksud aqidah adalah kepercayaan yang terpatri atau tersimpul dalam hati.
Sedangkan menurut istilah aqidah adalah hal-hal yang wajib dibenarkan oleh hati
dan jiwa yang merasa tentram kepadanya, sehingga menjadi keyakinan kukuh yang
tidak tercampur oleh keraguan. Sedang pengertian akhlak secara bahasa berarti
budi pekerti, etika, atau moral. Akhlak adalah sikap hati yang mudah mendorong
anggota tubuh untuk berbuat sesuatu. Dengan demikian aqidah akhlak adalah upaya
sadar dan terencana untuk memahami, menghayati,dan mengimani Allah swt. dan
merealisasikannya dalam prilaku akhlak mulia dalam kehidupan sehari-hari
berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits melalui kegiatan bimbingan, pengajaran,
latihan, penggunaan pengalaman dengan didampingi tuntutan untuk menghormati
penganut agama lain dan hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama dalam
masyarakat hingga terwujud kesatuan dan persatuan umat.
Pondok pesantren
Rafirna memberikan bimbingan aqidah akhlak kepada para santri agar mereka
memahami, menghayati, dan meyakini kebenaran agama Islam, dan
mengaplikasikannya dalam bentuk amalan-amalan pada kehidupan sehari-hari. Yang
lebih penting adalah keterbiasaan melakukan perbuatan dari hati nurani yang
ikhlas dan bersih. Dengan hati yang bersih dan penuh ikhlas tersebut akan
mencerminkan tutur kata dan tingkah laku yang terpuji.
1.
Tutur
Kata/Ucapan
Tutur
kata adalah aspek yang harus dibenahi setelah hati. Seorang santri harus
terbiasa mengucapka kalimah-kalimah tauhid, berdzikir, mengucapkan
kalimah-kalimah thoyyibah dan kalimah-kalimah dzikir lain yang maknanya memuji
dan mengagungkan Allah swt. dan Rasul-Nya. Larangan bagi santri menggunakan
mantra-mantra atau ajaran yang berbau musyrik, yang dapat menyekutukan Allah
dengan yang lain. Para santri harus berbicara sopan kepada orang yang lebih tua
dan larangan berbicara kotor.
2.
Sikap/Tingkah
Laku
Para
santri harus memiliki sikap yang sopan kepada para pengurus pesantren dan
kepada sesamannya. Bila bertemu Bapak kyai dianjurkan untuk bersalaman dan
mengucapkan salam, dan ketika bertemu sesama santri juga mengucapkan salam.
Katika berjalan di hadapan orang yang lebih tua dianjurkan untuk membungkukkan
atau merendahkan badan sebagai bentuk rasa hormat.
Prilaku-prilaku
dan tutur kata terpuji yang dimiliki oleh Nabi dan para sahabat adalah sebagai
contoh dari suri teladan bagi para santri. Santri dapat mengetahui dan meniru
sikap-sikap Nabi dengan cara membaca sejarah-sejarahnya yang terdapat di dalam
kitab-kitab dan buku-buku terjemahan atau bacaan.
C.
Masalah
dan Solusi
Setiap lembga
pendidikan, baik itu pendidikan agama maupun pendidikan umum pasti menemui
adanya masalah-masalah yang harus dihadapi dan diselesaikan dalam proses
pelaksanaan dan pengembangannya. Masalah-masalah tersebut harus diselesaikan
dengan mencari solusi atau cara yang tepat, benar, dan baik sehingga masalah
yang ada dapat diselesaikan dengan mulus dan lancar. Begitu pula di dalam
pondok pesantren Rafirna Desa Tanjungsari Kecamatan Tersono yang diasuh oleh
Al-Mukarom Bapak KH. Busyaeri Achmad ini juga tidak lepas dari masalah-masalah
yang mempengaruhi kegiatan pembelajaran dan perkembangannya.
1.
Masalah
a. Kondisi
Pondok Pesantren
Kondisi
pondok pesantren Rafirna yang masih berupa bangunan saja tanpa adanya pagar
bumi membuat santri dapat bepergian dan pulang tanpa minta izin. Apalagi bagian
belakang pondok berupa kebun dan sungai, hal itu akan lebih memudahkan santri
untuk pergi tanpa izin atau pamitan.
b. Penyimpangan
Sosial Agama Para Santri
Penyimpangan
sosial dan agama para santri membuat masyarakat pesantren resah dan tidak
stabil dalam proses kehidupan pembelajarannya. Terkadang ada santri yang
berprilaku tidak sesuai dengan norma atau etika dan ajaran agama, sehingga
mereka akan menjadi virus atau penyakit yang dapat menular kepada santri
lainnya. Diantara contoh penyimpangannya adalah meninggalkan sholat jama’ah,
mencuri, berjudi, menghina, dan lain sebagainya. Penyimpangan-penyimpangan
tersebut harus diluruskan dan dibenarkan, sehingga akan menjadikan terciptanya
kehidupan yang disiplin dan harmonis.
2.
Solusi
Sebagai
solusi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang ada, maka pondok pesantren
Rafirna membuat tata tertib yang harus ditaati oleh segenap masyarakat
pesantren, yang terdiri atas kewajiban, larangan, dan sangsi.
a. Kewajiban
1) Mentaati
Allah swt., Rasul dan peraturan pondok pesantren Rafirna.
2) Mengikuti
jama’ah sholat maktubah.
3) Mengikuti
pengajian atau kegiatan lain sesuai dengan tingkatan masing-masing.
4) Menjaga
nama baik Pon-Pes Rafirna serta berakhlakul karimah.
5) Minta
izin bila pulang atau bepergian.
6) Melaporkan
pada pengasuh atau pengurus bila ada tamu.
7) Menjaga
keamanan, kebersiahan, atau keindahan lingkungan.
8) Menggunakan
rizki atau uang sesuai keperluan.
9) Mengamalkan
ilmu yang telah di peroleh.
b. Larangan
1) Melakukan
dosa besar (syirik, zina, mencuri, minum minuman keras, atau obat-obatan
memabukkan, berjudi, atau membunuh), serta kemaksiatan lain.
2) Keluar
malam hari.
3) Membawa,
menyimpan atau menggunakan alat-alat elektronik (seperti radio, tape recorder,
telepon atau HP, dan alat lainnya).
4) Mukim
atau kos di luar pondok pesantren.
5) Merokok
di lingkungan pondok pesantren.
6) Memasukkan
pedagang serta berinteraksi di dalam pondok pesantren.
7) Memakai
pakaian sesama teman/memakan/meminum milik teman tanpa izin.
8) Merusak
benda waqaf.
9) Menghina,
memfitnah serta segala perbuatan yang mengakibatkan permusuhan/perkelahian.
10) Memakai
pakaian yang tidak Islami, berambut panjang dan atau berwarna selain hitam bagi
santri putra.
c. Sanksi
Barang siapa melanggar tata tertib akan di beri sanksi
atau tindakan sesuai dengan perbuatan, dan pertimbangan pengurus pesantren,
yaitu:
1) Dita’ziz
atau dihukum
2) Didenda
3) Dikeluarkan
BAB
IV
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan
informasi yang penulis peroleh melalui observasi dan wawancara, maka penulis
mempunyai kesimpulan sebagai berikut:
1.
Pondok pesantren
merupakan lembaga pendidikan yang sangat berperan dalam melahirkan kader-kader
muslim yang akan mensyi’arkan agama Islam
dan menjaga persatuan umat.
2.
Kini di
Indonesia pondok pesantren telah mengalami perkembangan pesat dan telah
bermunculan pesantren-pesantren baru dengan metode pengajaran yang mengikuti
perkembangan zaman.
3.
Pondok pesantren
Rafirna dalam melakukan kegiatan dakwah dan syi’ar agama terhadap masyarakat
mengadakan beberapa kegiatan, yaitu: pembelajaran kitab kuning, tadarus dan
tahfidzul Qur’an, tilawatul Qur’an, sholawat rebana, tarbiyatul mubalighin,
pembacaan majmuatul Mawalidi, ziarah kubur, Akhirussanah, musabaqoh, ro’an, dan
sepak bola Liga Dengkul Rafirna.
4.
Di pondok
pesantren Rafirna para santri tidak hanya belajar saja, tetapi juga menekankan
pada aspek aqidah akhlak yang terwujud dalam tutur kata dan tingkah laku
kehidupan sehari-hari.
5.
Adanya pondok
pesantren Rafirna memberikan pencerahan kepada masyarakat sekitar dalam
pemahaman agama Islam.
B.
Saran
Setelah penulis melaksanakan
observasi terhadap pondok pesantren Rafirna, maka penulis dapat memberikan
beberapa saran antara lain:
1.
Sebaiknya di
pondok pesantren Rafirna dibangun pagar bumi untuk mencegah santri keluar masuk
pesantren tanpa izin.
2.
|
Hendaknya tata tertib yang ada di pondok pesantren
Rafirna diawasi dengan ketat, dan diberlakukan kepada semua pihak.
3.
Hendaknya sangsi
atau hukuman yang diberikan kepada santri atas pelanggaran itu bersifat
mendidik.
4.
Para pengurus
pesantren sebaiknya memberikan pengawasan dan perhatian yang lebih terhadap
santri yang tergolong nakal.
DAFTAR PUSTAKA
Dawam,
Ainurrafiq dan Ahmad Ta’arifin. 2004. Manajemen
Madrasah Berbasis Pesantren. Sapen: Listafariska Putra
Departemen Pendidikan Nasional.2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa
Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia
http.blog.re-or.id/pondok-pesantren-sebagai-lembaga-pendidikan-islam.html
diakses pada tanggal 10 Februari 2012
http.nabilhusein.com/perkembangan-pondok-pesantren.html
diakses pada tanggal 2 Januari 2012
http//www.lembarislam.com/pengertian-aqidah-akhlak/
diakses pada tanggal 28 Januari 2013
http//ahlussunah-wal-jamaah.blogspot.com diakses
pada tanggal 28 Januari 2013
Latif, Ahmad dan Endah Sutanti. 2009. Ke-NU-an Ahlussunnah Waljamaah.
Semarang: Pimpinan Wilayah Lembaga Pendidikan Ma’arif NU Jawa Tengah
Sa’dulloh.2005. Sembilan
Cara Praktis Menghafal Al-Qur’an. Sumedang: Gema Insani
LAMPIRAN
|
||||||||||||
|
|
|
|||||||||||
|
|